Menurutnya, data hasil kajian dari tim arkeolog Balai Konservasi Borobudur pada 2018 dan hasil kajian teknis dari BRIN tersebut saling melengkapi. Yakni, Chatrra hasil rekontruksi van Erp tidak akan dipasang.
Ia menjelaskan, chattra hasil rekontruksi Theodoor Van Erp pada 1907-1911 silam ,yang sebelumnya didirikan di kompleks Kantor Museum Cagar Budaya unit Borobudur, sudah dibongkar beberapa hari lalu dari BRIN untuk dilakukan kajian.Dengan adanya keputusan , tidak jadi pemasangan chattra di atas stupa induk Candi Borobudur, saat ini chattra tersebut dibiarkan terurai.
“Batuan chattra yang telah dibongkar tersebut nantinya tidak lagi dipasang dan dibiarkan terurai. Tetapi, nantinya akan ditempatkan yang di tempat yang baik,” katanya.
Wiwit menambahkan, dengan batalnya pemasangan chattra tersebut, maka saat Presiden RI Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Magelang,18 September mendatang, tidak ada acara pemasangan chattra.
“Nantinya, saat berkunjung ke Kabupaten Magelang, Presiden Joko Widodo tidak ada agenda menghadiri pemasangan chattra. Melainkan hanya meresmikan proyek pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah di Magelang, TPSA Pasuruhan, Kecamatan Mertoyudan dan proyek Kampung Seni Borobudur di Kujon,” imbuhnya.
Sebelumnya, sejumlah tokoh masyarakat Desa Borobudur meminta agar pemasangan chattra stupa induk Candi Borobudur ditunda pemasangannya. Permintaan penundaan pemasangan chattra tersebut adanya kekhawatiran terhadap nilai sejarah dan keaslian Candi Borobudur dan diperlukan kajian yang mendalam.
“Pemasangan chattra tersebut erkesan buru-buru dan terlalu dipaksakan. Padahal pemasangan bebatuan candi tidak semudah itu dan diperlukan kajian yang mendalam,” kata Koordinator Daya Desa Borobudur Lukman Fauzi Mudasir,
Lukman mengatakan, Candi Borobudur tidak hanya simbol spiritual bagi umat Buddha. Melainkan, merupakan warisan budaya yang penting bagi seluruh dunia.
‘”Untuk itu, segala bentuk intervensi terhadap Borobudur harus dilakukan dengan kehati-hatian. Termasuk melakukan kajian dan penelitian yang mendalam, dan disesuaikan kaidah sejarah dan arkeologi,” katanya.
W.Cahyono