Oleh: Suranto Tjiptowibisono
PERINGATAN Hari Lingkungan Hidup Tahun 2024, yang kita rayakan bulan lalu terasa hambar, karena dibarengi oleh suasana panas dan gerah yang menggambarkan keadaan bumi kita yang semakin panas.
Hal tersebut mengingatkan kita pada judul film Suzana tempo dulu yang berjudul Bumi Makin Panas. Sebuah ilustrasi, yang menggambarkan keadaan planet bumi kita memang nampak tidak sedang baik-baik saja keadaannya. Pemanasan global telah menorehkan capaian suhu tertinggi atau terpanas sepanjang tahun 2023, dimana keadaan tersebut belum pernah dialami oleh penduduk dunia yang tinggal di beberapa belahan benua akhir-akhir ini. Hal tersebut berakibat semakin menipisnya lapisan es di beberapa tempat wilayah permukaan bumi, termasuk yang terjadi di Jayawijaya-Papua.
Ini membuktikan bahwa pemanasan global benar-benar terjadi dan melanda serta menimbulkan dampak negatif yang tidak ringan bagi semua makhluk hidup yang ada di permukaan bumi. Hal ini telah diprediksi oleh para ilmuwan, walaupun ada sebagian kecil kelompok atau perorangan yang tidak percaya akan ramalan atau kejadian tersebut. Kenyataan pada saat sekarang dugaan tersebut benar adanya, telah terjadi dan kita dapat merasakan serta mengamati dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai akibat dari aktivitas manusia, baik di industry dan transportasi yang menyebabkan peningkatan suhu harian telah meningkat jauh lebih tinggi dari prediksi semula yang hanya 10 Celcius, ternyata tercatat telah mencapai 1,50 Celcius. Hal ini berakibat melelehnya beberapa Lapisan es tebal di Kutub atau Antartika dan juga terjadi di daerah paling timur Indonesia-Papua. Meningkatnya suhu bumi mengingatkan penulis ketika tinggal di Horbat lebih dari 35 tahun yang silam, salah satu negara bagian Australia yang letaknya paling selatan yaitu Pulau Tasmania.
Negara bagian tertua ke-4 setelah Sidney, Melbourne dan Adelaide ini menyimpan kenangan yang menakjubkan terutama kondisi lingkungan dengan suhu rata-rata harian yang relatif sejuk ± 110 Celcius di tahun 1990-an jika dibandingkan dengan ke-5 negara bagian lainnya. Apalagi jika dibandingkan dengan Northen Teritory yang bersuhu paling panas. Kota Hobart adalah ibukota dari Tasmania – dengan ciri utama “Tasmania Devil”.
Hewan mamalia penciri negara bagian ini, disamping harimau Tasmania yang telah mendahului punah di abad 19. Banyak orang di luar negara bagian ini terutama pendatang banyak yang berkelakar “apa sih menariknya “Tasmanian Tiger” yang besarnya hanya satu kambing ini?” Mendengar celotehan tersebut biasanya bangsa Australia yang suka hewan asli negeri Kanguru ini buru-buru menjelaskan bahwa hewan ini mempunyai sifat atau kemampuan yang tidak dipunyai oleh famili atau keluarga harimau yang lain atau jenis singa-singa yang lain atau bahkan jenis kucing yang beragam ukuran dan bentuk serta warna kulitnya. Karena Harimau Tasmania ini mempunyai kemampuan membuka mulutnya hingga 180 derajat. Inilah keajaiban Harimau yang pernah tinggal di bumi dan dekat dengan kutub selatan.
Jika merunut ke belakang tiga setengah abad silam, sungguh kondisi temperature di Kota Hobart benar-benar terasa sejuk cenderung dingin, dengan lelehan salju di atas pegunungan Wellington sebagai” back ground” pemandangan bagi siapa saja yang berjalan atau berkendara menuju kampus utama di Universitas Tasmania. Kota Hobart yang hening dan relatif sangat cocok untuk belajar menuntut ilmu karena Negeri Bagian ini, adalah satu-satunya yang terpisahkan oleh ke-5 negara bagian lainnya yang letaknya dekat dengan Kutub Selatan.
Sungguh makmur dan bahagia warga bangsa Tasmania-Australia dengan luas wilayah ± separuhnya Pulau Jawa dengan penduduk yang hanya berjumlah sekitar setengah juta jiwa. Kota Hobart yang dibangun dengan ciri khas hewan dan tanaman serta alamnya memberikan keunggulan tersendiri bagi seluruh penduduk yang tinggal di negara bagian itu.
Dengan kualitas lingkungan yang benar-benar indah dan asri serta kecantikan akan “Botanical Garden” yang dibangun dan dipelihara hingga kini adalah contoh bagaimana merawat dan menciptakan ekosistem tanaman dalam satu miniatur yang kompleks dengan vegetasi tanaman yang menonjolkan unsur estetika dan edukasi serta riset. Kita perlu mencontoh bagaimana keberlanjutan kebun-kebun botani yang dipunyai oleh negara-negara bagian di Australia itu untuk disebarluaskan di NKRI. Unsur keberlanjutan dalam membangun taman-taman kota adalah salah satu ciri negara-negara maju di dunia yang berkonsepkan pembangunan berkelanjutan. Untuk itu kita boleh belajar dari negara bagian tersebut dan apa saja, yang mungkin dapat kita aplikasikan di negara tercinta ini.