embang Tombo Ati versi Kristiani, dinyanyikan oleh para waranggana saat pentas Wayang Wahyu dengan dalang Ki Romo Handi. Foto: Dok Paroki Santo Yohanes Rasul Wonogiri

TEMBANG TOMBO ATI, syairnya diciptakan oleh Sunan Bonang. Yakni salah satu Walisanga asal Tuban, Jawa Timur, sebagai sarana untuk dakwah di Tanah Jawa. Tujuannya untuk syiar Islam, agar masyarakat bisa mudah memahami maknanya.

Pada perkembangannya kemudian, lagu Islami tersebut digubah oleh Penyanyi Religi, Opick, ke dalam bahasa Indonesia. Lagu ini, berisi tentang 5 cara yang mendasar, agar umat Muslim memperoleh kedamaian dan ketenangan spiritual.

Yaitu dengan membaca Al Qur’an beserta memahami maknanya, melaksanakan sholat malam, berkumpul dengan orang soleh, perbanyak puasa dan zikir malam.

Dalam pagelaran Wayang Wahyu, Rabu malam (10/7/24) sampai Kamis dinihari (11/7/24), Tembang Tamba Ati disajikan dalam dua versi. Yakni versi Islam sesuai aselinya, dan versi Kristiani dengan syair yang digubah. Dinyanyikan dalam Titi Laras Pelog Pathet Barang.

Ini lirik Tamba Ati yang digubah syairnya dalam Tembang Kristiani: Tamba ati iku ana limang perkara/ Kaping pisan maca Injil lan nindakke/ Kaping pindho sembahyanga Rosario/ Kaping telu tindak Greja saben Minggu/ Kaping papat urip iku kudu tirakat/ Kaping lima tresnanana kabeh manungsa// Salah sijine sapa bisa anindakake/ Gusti Yesus mesthi bakal paring berkah
  
Wayang Wahyu tersebut, dipentaskan dengan Lakon Yohanes Rasul oleh Dalang Romo Handi, dalam rangka tirakatan HUT Ke-57 Paroki Santo Yohanes Rasul Wonogiri di Taman Doa Domus Mariae Kapel Paulus, Wonokarto, Wonogiri. Sajian even wisata budaya ini, didukung Grup Pangrawit ‘Udan Mas’ bersama enam Waranggana, terdiri atas Ika Menut, Kustrini, Monica, Ninit, Mealine dan Mamik.

Wayang wahyu merupakan kreasi baru dengan cerita atau lakon berdasarkan dari ajaran Kitab Suci Kristiani. Ceritanya, berdasarkan kisah keagamaan Katolik, menceritakan penyebaran wahyu yang diturunkan oleh Tuhan kepada umat-Nya.

Gecul

Wayang Wahyu diciptakan pada Tanggal 2 Februari 1960 di Surakarta, berdasarkan dari gagasan Bruder Timotheus L Wignyosoebroto. Setelah dua tahun sebelumnya, ia menyaksikan pertunjukan wayang kulit dengan Dalang MM Atmowijoyo yang ceritanya mengambil dari Kitab Perjanjian Lama.

Yakni Kisah “Dawud Mendapatkan Wahyu Kraton,” yang dimodifikasi dengan kisah dari Mahabarata episode “Wahyu Cakraningrat.” Sejak itulah, Brother Timotheus berpikir untuk menyajikan kisah-kisah keagamaan Katolik yang dibalut dalam tradisi pewayangan.