Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, usai rapat paripurna di Gedung DPRD Jateng,  Senin 8 Juli 2024. (Foto: Diaz Aza)

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Provinsi Jawa Tengah dalam 20 tahun ke depan dimulai 2025-2045 ditetapkan menjadi wilayah penumpu pangan dan industri nasional, bagai dua sisi mata uang.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) dan DPRD Jateng menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa Tengah tahun 2025-2045 telah disetujui.

Persetujuan itu ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, bersama Wakil Ketua DPRD Jateng Hadi Santoso, Sukirman, dan Ferry Wawan Cahyono pada rapat paripurna di Gedung DPRD Jateng pada  Senin 8 Juli 2024.

Sumarno mengatakan, ada beberapa raperda yang disetujui. Akan tetapi raperda yang paling prioritas yakni mengenai RPJPD 2025-2045 di mana Jawa Tengah dijadikan wilayah penumpu pangan dan industri nasional.

“Ini menjadi satu yang sangat strategis karena pembangunan selama 20 tahun ke depan. Kita mau menuju kemana sih? Secara garis besar RPJPD ini kita sinkronkan dengan rencana jangka panjang pembangunan nasional. Jawa Tengah ditetapkan visi misinya sebagai penumpu pangan dan industri nasional.” Ujar Sumarno.

Tantangan

Sumarno bilang menjadikan Jawa Tengah sebagai penumpu pangan dan industri nasional Ini bukan pekerjaan yang mudah. Menjaga produktivitas pangan di Jawa Tengah saat ini bagai dua sisi mata uang, di mana banyak tantangan semakin masif pengembangan industri.

“Karena pengembangan industri dan penumbuhan pangan itu bertolak belakang. Begitu adanya industri akan berdampak pada sektor pangan. Tapi ini kita siapkan harmonisasinya dengan teman-teman DPRD,” kata dia.

Sumarno ingin kedepan lebih banyak sosialisasi kepada masyarakat bagaimana kita menjaga keseimbangan antara pangan yang tetap terjaga dan tumbuh serta industri yang juga tumbuh.

“Karena kalau dua-duanya sama-sama tumbuh ini dampaknya luar biasa. Kami tentu saja ingin visi misi ini terimplementasi dan kesejahteraan masyarakat jawa tengah tumbuh,” ucap dia.

Abrasi

Permasalahan yang terjadi di Jawa Tengah saat ini yakni abrasi di wilayah Pantai Utara (Pantura), akibat dari perubahan iklim serta penurunan tanah yang disebabkan salah satunya penggunaan air tanah berlebihan oleh pabrik-pabrik serta kawasan industri.

Beberapa wilayah yang terdampak parah akan penurunan tanah dan abrasi yakni Kabupaten Pekalongan, dan Demak. Penurunan tanah menyebabkan lahan-lahan produktif tenggelam dan hampir mustahil untuk ditanami padi sebagaimana mestinya.

Lahan-lahan persawahan di Kecamatan Sayung, sebagian Kecamatan Karangtengah, Guntur, dan Bonang Kabupaten Demak misalnya terus digenangi air yang kadang payau. Saat kemarau bahkan, air juga tak surut.

Di Kecamatan Sayung, Demak, lahan-lahan tambak makin sulit digunakan untuk budidaya sektor perikanan karena abrasi makin besar. Di Kecamatan Karangtengah, warga beralih menjadi pencari tanaman Eceng Gondok, sebab sawah mereka menjadi rawa-rawa bak Rawa Pening di Kabupaten Semarang.

“Sawah sudah tidak bisa ditanami. Wayah ketigo (musim kemarau) air juga tidak surut. Sawah dibiarkan saja, sudah tidak bisa tandur lagi. Sekarang cari Eceng Gondok, seadanya,” kata Kus salah seorang perempuan petani di salah satu desa di Kecamatan Karangtengah, Demak, beberapa waktu lalu.

Makin banyak warga yang kehilangan pekerjaan sawah menjadi lahan tidur akibat abrasi, sementara pajak-pajak sawah tetap ditagih dari pemerintah setempat.

Sebagian warga lansia tidak lagi bisa mengandalkan penghasilan dari bertani, sementara anak-anak muda mayoritas bekerja di pabrik, dan lainnya.

Di beberapa desa di Kecamatan Bonang Demak sisi Selatan masih bisa bertanam padi. Hal itu pun dilakukan saat musim kemarau karena volume air di sawah berkurang dari saat musim hujan yang sangat sulit ditanami karena banjir.

“Ya hasil panen tidak sebagus dahulu. Musim kemarin, kebanjiran padi menjadi hitam jelek,” ujar Ndor. Seorang petani di salah satu desa di Kecamatan Bonang.

Penyediaan Air Baku

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno, bilang, penanganan abrasi dilakukan jangka panjang yang tidak hanya disebut dalam RPJPD.  Dia mengakui, perlunya upaya berkesinambungan menghadapi kondisi lingkungan seperti abrasi di wilayah Pantura.

“Kalau abrasi ini di Pantura itu bebannya berat ada land subsidence atau penurunan permukaan tanah. Yang kedua kondisi daerah atas juga perlu menjaga kelestarian hutan dan sebagainya. Kita bersama-sama dengan pemerintah kabupaten dan kota untuk menaati masalah tata ruang,” kata dia.

Begitupun, lanjut dia di Pantura banyak problem masalah kawasan industri yang memakai air tanah. Pihaknya mengatakan, ada koordinasi dengan pemerintah pusat juga untuk menyediakan air baku pengganti kebiasaan memakai air tanah.

“Kemarin juga berdiskusi dengan Undip, di mana mereka kerja sama dengan Australia. Ada pembuatan mesin penjernih air laut untuk menjadi air bersih.  Mudah-mudahan itu akan menjadi salah satu dari usaha untuk penanganan abrasi di pantura,” ujarnya.

Bisnis Berkelanjutan

Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro (FISIP Undip) Prof Bulan Prabawani PhD menguraikan, bila bisnis dan lingkungan amat berkaitan dan berhubungan erat.

Bisnis memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pemenuhan konsumsi. Akan tetapi di sisi lain seiring dengan itu ada banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan.

“Maka, bisnis berkelanjutan menjadi harus menjadi sebuah transformasi bisnis. Di mana yang tadinya konvensional berorientasi profit maka sekarang harus memperhatikan harmony with nature,” katanya.

Hal tersebut dikatakan dalam bedah buku berjudul “Manajemen Lingkungan Bagian Keempat” dan “Bisnis Berkelanjutan: Teori dan Implementasi”, sebuah karya kolaboratif yang menggabungkan keahlian Prof Sudharto P Hadi dengan Prof Bulan Prabawani PhD, Dosen FISIP Undip dengan kepakaran di bidang Bisnis Berkelanjutan, beberapa waktu lalu.

Prof Sudharto P Hadi menerangkan, agar bagaimana pemerintah mengintegrasikan aspek lingkungan dalam membuat kebijakan publik. Kemudian bagaimana mengintegrasikan aspek lingkungan dalam kebijakan perusahaan.

“Nah muaranya adalah bagaimana pubik membangun pembangunan yang berkelanjutan, Pembangunan yang memberikan manfaat kepada banyak orang sekaligus menyembuhkan luka di bumi,” katanya.

Menurut Prof Sudharto kondisi Bumi saat ini sudah sangat rusak dan rapuh.

“Jadi ketika misalnya kita mengatasi masalah banjir di wilayah pesisir maka infrastruktur boleh dibangun, akan tetapi lebih baik (pula) misalnya dengan menanam mangrove,” kata dia.

Mangrove misalnya, kata Prof Sudharto, sudah banyak diketahui punya kemanfaatan menangkal gelombang laut, bahkan mampu menjadi ladang untuk memberikan pekerjaan dan penghasilan bagi masyarakat.

“Demikian juga perusahaan ketika dia mengendalikan dampak (lingkungan) apakah upayanya bisa sekaligus dalam skea di mana lingkungan disembuhkan dan menambah lapangan pekerjaan baru,” ujarnya.

Diaz Aza