SEMARANG (SUARABARU.ID)– Sebuah upaya kolaboratif antarsemua pihak, baik pemerintah Indonesia dan Jerman, organisasi pekerja serta pihak terkait, sangat diperlukan agar perlindungan bagi pekerja migran Indonesia di Jerman, bisa maksimal.
Hal itu diungkapan Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Semarang (USM), Dr Wafda Vivid Izziyana SH MH, saat menjadi narasumber dalam talkshow BKBH Menyapa, yang diadakan Radio USM Jaya bersama Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) USM, Rabu (12/6/2024).
Talkshow yang dipandu penyiar Radio USM Jaya, Putri Sabila, dengan tema ‘Perlindungan Hukum Pekerja Migran Indonesia (PMI) Program G to G (Government to Government) di Jerman’ itu, dilakukan di Studio Radio USM Jaya, Gedung N USM.
BACA JUGA: Mahasiswa Ilkom USM Kampanyekan ‘Ngenal Tengker’ di Kota Lama Semarang
Menurut Wafda, kolaborasi itu sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan pekerja migran Indonesia di Jerman, yang meliputi kesenjangan informasi dan adaptasi. Selain itu juga, kondisi kerja dan hak-haknya, akses terhadap bantuan hukum dan layanan kesehatan, hingga isu administratif.
”Isu administratif atau dokumen, seperti visa kerja dan izin tinggal, bisa menjadi kendala. Terutama jika ada ketidakjelasan atau penundaan dalam proses administrasi, dan ini bisa memengaruhi status legal dan keamanan pekerja migran di Jerman,” katanya.
Dia menambahkan, permasalahan PMI di Jerman menyangkut juga soal perlindungan dan pengawasan dari pemerintah, yang masih kurang optimal.
BACA JUGA: KPU Grobogan Buka Pendaftaran Pantarlih 13-19 Juni
Disebutkannya, perlindungan PMI diatur dalam beberapa peraturan. Di antaranya UU No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Peraturan Pemerintah No 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Lalu ada juga Permenaker No 22 Tahun 2014 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, dan Permenaker No 18 Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial bagi PMI.
”Perlindungan hukum bagi PMI di Jerman melalui skema G to G ini, mencakup berbagai aspek untuk memastikan kesejahteraan dan keselamatan pekerja. Dasar hukum peraturannya juga mengatur perlindungan PMI, baik sebelum, selama, dan setelah bekerja di luar negeri termasuk prosedur penempatan program G to G. PMI juga diberikan jaminan sosial dan jaminan kesehatan oleh kedua negara,” ujarnya.
BACA JUGA: Wisata Alam Bukit Kemuning Todanan, Wahana Seru di Pinggiran Kota Blora, Terbaru 2024
Menurutnya, ada beberapa prosedur kerja bagi PMI melalui program G to G di Jerman. Mulai dari pendaftaran dan seleksi, seleksi administratif dan verifikasi dokumen, pelatihan dan sertifikasi, penyusunan dan penandatanganan perjanjian kerja, yang mencakup hak dan kewajiban kedua belah pihak, penguruan visa dan dokumen keberangkatan, hingga keberangkatan dan penempatan.
”Calon PMI juga diminta untuk turut menyusun perjanjian kerja, agar mereka memahami perjanjian yang mereka sepakati, termasuk hak dan kewajibannya. Sedangkan untuk biaya visa dan keberangkatan, bisa ditanggung pemerintah Indonesia dulu, atau oleh pemberi kerja, sesuai kesepakatan dalam perjanjian kerja,” jelasya.
Wafda menambahkan, PMI akan terus dipantau dan diawasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
BACA JUGA: Bupati Pacitan Berkurban Seekor Sapi dan 12 Ekor Kambing
Adapun beberapa jenis pekerjaan yang dipekerjakan di Jerman antara lain, perawat, pekerja konstruksi, pekerja sektor manufaktur, sektor jasa, dan sektor pertanian, yang banyak diminati warga negara Indonesia untuk bekerja di Jerman.
”Mengenai perlindungan pekerja migran dalam Program G to G di Jernam ini, tujuannya untuk memastikan perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran, serta menyediakan jalur legal dan aman untuk bekerja di luar negeri,” tegasnya.
Riyan