Semester kedua 2024 ini, judicial review UU-HKPD kembali akan digulirkan oleh sejumlah pihak bahkanĀ mendapatkan dukungan Pemerintah Kabupaten Blora. Termasuk dukunganĀ dari Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto.
“Saya mendukung judicial review UU HKPD, Undang – Undang Keuangan Pusat dan Daerah,” ujar Siswanto kepadaĀ suarabaru.idĀ Jumat (14/6/2024).
Alasan Siswanto turut mendukung lantaran saat ini Blora mendapatkan DBH (Dana Bagi Hasil) Migas sesuai dengan data, yakni sekitar Rp 100 miliar lebih.
Dikemukakan, bahwa selain dari DBH Migas, Blora mendapatkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Participating InterestĀ (PI) Blok Cepu melalui PT Blora Patragas Hulu (BPH) sekitar Rp 79 miliar.
“Kita juga mendapatkan dari pengolahan sumur tua yang dikelola PT Blora Patra Energi (BPE) sekitar Rp 1 miliar,Ā kenaikannya signifikan sejak tahun 2020,” ucap Siswanto.
Siswanto menuturkan sebelum tahun 2020, dari DBH Migas, kemudian dari PAD melalui PT BPH dan PT BPE, waktu itu totalnya masih dibawah Rp 40 miliar.
“Saat ini kita sudah mendapatkan dari tiga kelompok pendapatan tadi, baik dari DBH, PAD melalui BPH, PAD melalui BPE, kita mendapatkan lebih dari Rp 200 miliar,” ungkapĀ Siswanto.
Diungkapkan bahwa angka itu sudah cukup signifikan bagi Blora yang saat ini PAD-nya hanya sekitar Rp 320 miliar.
Menurut Siswanto, dari tiga sumber atau kelompok pendapatan itu, masih bisa ditingkatkan. Pertama, dengan judicial review Undang-Undang untuk meningkatkan DBH Migas bagi Blora.
Kedua, melakukan negosiasi ulang dengan PT BPH bersama mitra kerjanya agar DBH yang masuk PAD bisa lebih tinggi, lebih dari Rp 79 miliar, imbuh Siswanto.
“Syukur bisa Rp 200 miliar setiap tahun,” harap Siswanto.
Kemudian ketiga, pengelolaan sumur-sumur tua oleh PT BPE agar direaktivasi kembali, dan kalau perlu melakukan kerja sama operasional dengan perusahaan-perusahaan lain.
“Syukur kita minta ke Pertamina, kita kelola sendiri, melalui PT BPE. Sehingga pendapatan kita bisa Rp 1 triliun,” pintaĀ Siswanto.
Lebih lanjut, Siswanto mengungkapkan, apabila pendapatan bisa Rp 1 triliun, maka DPRD dan pemerintah daerah harus membuat peraturan daerah tentang penggunaan dana. Misalnya yang 50 persen untuk pendidikan, 40 persen untuk infrastruktur, dan sekian persen untuk rakyat miskin serta lain sebagainya.
“Ini supaya penggunaan dana terarah untuk skala prioritas pembangunan Blora, baik peningkatan infrastruktur, kemudian pelayanan publik di bidang kesehatan, dan pendidikan yang utamanya untuk kesejahteraan rakyat, khususnya peningkatan SDM yang berkualitas,” tandas Siswanto.
Kudnadi Saputro