Gunungan kupat dan lepet di acara Syawalan Kabupaten Jepara (Foto: Antara/Yusuf Nugroho).

JEPARA (SUARABARU.ID)- Di Kabupaten Jepara dikenal dengan tradisi Ba’da dibaca Bodho. Bodho Kupatan atau Bodho Lomban, yakni sebuah perayaan lebaran seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Seperti tradisi masyarakat pesisir pada umumnya, bodho kupat atau Bodho Lomban  identik dengan upacara adat berupa larung kepala kerbau.

Larung kepala kerbau ini sebagai bentuk syukur masyarakat Jepara atas limpahan rizki yang diberikan oleh Allah swt melalui hasil laut yang melimpah. Upacara larung kepala kerbau biasanya didahului dengan pementasan wayang semalam suntuk di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ujungbatu.

Tradisi larungan sesaji di Jepara telah berlangsung ratusan tahun yang lalu. Sebab berdasarkan cerita tutur, larungan sesaji ini telah dimulai saat Adipati Citrosomo VII berkuasa. Ia menjabat sebagai penguasa Jepara sejak tahun 1837 hingga 1857.

Peristiwa tersebut juga ditulis dalam Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië (TNI) atau Jurnal Hindia Belanda yang terbit pada tahun 1868. Judul artikel dalam TNI ini adalah Het Loemban Feest Te Japara atau Kegiatan pada Lomban di Jepara.

Filosofi Bodho Kupat dan Bodho Lomban

Selain identik dengan larung kepala kerbau, bodho kupat atau bodho lomban juga identik dengan makanan ketupat dan lepet. Di sudut-sudut pasar akan terlihat penjual janur lebih banyak dari biasanya. Jenis makanan yang terbuat dari beras yang dibungkus dengan janur dan diikat dengan tali bambu ini dihidangkan dengan opor ayam. Beda saat Idul Fitri, biasanya opor dihidangkan dengan lontong.

Jika bodho kupatan atau bodho lomban  jatuh seminggu setelah hari raya Idul Fitri dapat dimaknai sebagai puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Adapun simbol ketupat yang terbuat dari beras yang dibungkus janur dan bersegi empat dapat dimaknai berikut ini:

Beras melambangkan nafsu dunia, janur = jatining nur = hati nurani. Maknanya manusia mempunyai nafsu dunia, yang harus dikendalikan dengan hati nurani.

Ketupat atau dalam bahasa Jawa Kupat diartikan Ngaku Lepat (mengakui kesalahan) atau juga diartikan Kupat=Laku Papat (empat tindakan yaitu (Lebaran, Luberan, Leburan, Laburan) sesuai bentuk empat sisi ketupat.

Lebaran berarti lebar/selesai, Luberan berarti melimpah, Leburan berarti melebur (dosa), Laburan berarti menutup melabur semua dengan warna putih. Kebiasaan masyarakat Jawa zaman dulu, sebelum hari raya Idul Fitri mengecat atau melabur rumahnya dengan kapur/gamping yang berwarna putih sebagai simbol suci untuk kembali fitri.

ua