Oleh : Hadi Priyanto
Raden Mas Panji Sosrokartono dalam setiap kesempatan senantiasa mengungkapkan bahwa ia tidak mempunyai ilmu, japa mantra atau dalil-dalil yang muluk-muluk. Namun kenyataannya ia mendapatkan karunia Illahi yang luar biasa untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan. Bukan saja orang yang sakit tetapi juga orang yang menderita karena berbagai persoalan hidup yang dialami. Di samping ia menggunakan srono air tirto busodo, ia juga menggunakan huruf Alif yang disulam dengan benang di atas selembar kain.
Menurut Prof. Dr. K.R.M.T. John Tondowijoyo, CM., huruf Alif dalam term semiotik disebut sebagai simbol, yang secara konvensional mengacu pada huruf pertama abjad Arab yang bentuknya tegak lurus tanpa variasi. Alif adalah huruf pertama dan yang pertama itu biasanya utama. Alif menurut Sosrokartono berarti Tuhan + Aku = Ana.
Maksudnya bahwa lambang Tuhan dan Aku berada didalam keberadaan Tuhan sendiri. Alif dipakai oleh Sosrokartono sebagai lambang Tuhan, sebab ketika beliau studi bahasa bangsa Mesir atau Arab, beliau mendapatkan ilham dari Tuhan tentang Alif dan diperkenankan menggunakan huruf itu sebagai wakilnya.
Karenanya, menurut Sosrokartono symbol huruf Alif mempunyai 6 pengertian dasar. Pertama, menggambarkan kenyataan yang merupakan perpaduan dan kesatuan empat faal jiwa yaitu pikiran, perasaan, perkatan dan perbuatan. Penyatuan ini disebut oleh Sosrokartono Catur Murti. Kedua, Alif merupakan kiasan kekuatan ghaib untuk menolong sesama. Ketiga, Alif sebagai sarana memfokuskan konsentrasi kearah situasi keterbukaan jiwa untuk menerima unsur-unsur dari luar.
Keempat, Alif berarti Tuban + Aku = Ana. Kelima, Alif menggambarkan jumbuhing Kawula – Gusti dan keenam, Alif berfungsi sebagai wakil Sosrokartono.
Sementara itu Alif dalam perspektif Al-Quran (Arabian) menurut Prof. Dr. K.R.M.T. John Tondowijoyo, CM, antara lain memiliki pengertian, Alif adalah Tuhan. Alif juga memiliki pengertian sebagai huruf Illahi, bernilai satu, terpisah namun aktif. Pengertian lain, mengetahui huruf Alif berarti mengetahui ke Esa-an Illahi. Alif juga mengandung seluruh isi alarm semesta serta mengkiaskan asma Tuhan. Sedangkan dalam perpektif Kejawen, Alif mempunyai pengertian merupakan petunjuk adanya alam ghaib, adanya Dzat Mutlak, lukisan kias wujud Tuhan serta huruf Alif dengan tiga tanda kelengkapan harakat fathab (a), kasrah (i), dan dhammah (u) melambangkan kenyataan bahwa Aku-Iki-Urip (Aku Ini Hidup).
Karena itu, Alif bagi Sosrokartono memiliki 3 fungsi, yaitu sebagai wakil beliau yang bisa ditempatkan dimana saja. Kemudian sebagai tuduh yang mengarah kepada dirinya serta sebagai kasunyatan tentang keyakinannya hanya pada Tuhan Pribadi seperti yang dikatakan, Tuhan + Aku = Ana, dalam arti bukan Aku Ego, tetapi Aku = Ingsun, yaitu pribadi sebagai percikan Illahi dalam diri manusia.
Sosrokartono memiliki tiga jenis huruf Alif yaitu Alif warna hitam dengan dasar putih, Alif warna putih dengan dasar biru muda dan Alif warna putih dengan dasar merah. Warna- warna huruf Alif itu dipilih oleh Sosrokartono tentu dengan maksud tertentu. Warna yang berbeda ini juga mengandung arti, makna serta kekuatan yang berbeda. Namun meski pun berbeda, tetapi pusatnya hanya satu, yaitu Alif yang menurut Sosrokartono adalah simbul keesaan Tuhan yang memiliki banyak sifat.
Menurut Prof. Dr. K.R.M.T. John Tondowijoyo, CM. warna putih adalah warna ke- Tuhanan, keseimbangan, perlindungan, dan kedamaian. Sedangkan warna hitam adalah pengendalian diri, kestabilan, tidak pilih kasih, kekuatan yang hening dan mempersatukan. Sebab warna hitam adalah perpaduan banyak warna. Sementara warna biru muda, adalah kreatifitas, spiritualitas, kebenaran, meditasi, penyembuhan batin, ketenangan dan daya daya menyejukkan. Warna merah yang menjadi salah satu dasar huruf Alif warna punh merah sesuatu yang memiliki daya hidup, kekuatan yang lesta adalindungan atas serangan jasmanni, memperlancar peredaran darah dan keberanian.
Selain itu menurut Prof. Dr. K.R.MT. John Tondowijoyo, CM., pemegang symbol Alif juga harus melakukan laku sifat seperti Alif yang tegak lurus. Secara inderawi, symbol Alif itu seperti manusia yang berdiri tegak lurus. Namun secara maknawi, karena proses pembuatan melalui ikhtiar khusus, symbol Alif itu mengandung kekuatan Illahi.
Cara Menyulam Huruf Alif
Di wisma Dar Oes-Salam, huruf Alif digantungkan di atas ambang pintu besar, yang menghubungkan ruang pendapa dengan ruang tengah. Sedangkan di atas pintu besar pendapa ditaruh anyaman Sang Alif yang dibuat dengan benang sulaman warna putih di atas kain berwarna biru muda dengan bingkai kayu. Huruf Alif ini dibuat sendiri oleh Sosrokartono dengan dibantu Soepardi yang dengan setia selama hampir 25 tahun melayani Sosrokartono.
Sedangkan di bagian belakang wisma Dar Oes-Salam di Jl. Poengkoerweg 19 Bandung yang dihuni sejak tanggal 19 April 1934 hingga 10 Pebruari 1952, diletakkan gambar Alif warna hitam yang ditulis Sosrokartono di atas gambar putih dengan tinta Cina. Di samping itu ia juga membuat rajah yang diberinya huruf Alif dengan tinta merah di atas kartu nama warna putih serta huruf Alif berupa sebatang lidi di atas meja dalam ruangan kerjanya. Sosrokartono juga membuat di atas batu kecil yang disematkan pada pecinya. Menurut Soepardi, ia menyaksikan sendin bagaimana cara Sosrokartono membuat huruf Alif
Ia menjelaskan bahwa tiap malam setelah para tamu yang meminta pertolongan pulang. masuk kamarnya kemudian membakar kemenyan sehingga asapnya memenuhi kamar tempat ia melakukan ritual Sosrokartono Alif. Setelah itu ia beberapa saat melakukan semedi dan kemudian dengan menahan nafas Sosrokartono menyulam penyulaman Alif dengan benang berwarna putih, satu persatu hingga nafasnya habis. Ia bisa beberapa menit menahan nafas. Setelah gambar itu ia keluar dari kamar. Tengah malam berikutnya pekerjaan menyulan Alif itu dilakukan hingga selesai. Ketika menyulam huruf Alif itu, Sosrokartono juga berpuasa.
Huruf Alif itu disulam Sosrokartono ketika ia mendapatkan undangan ke Sumatera untuk kedua yaitu 4 Juli 1931. Sebab ia mengetahui undangan ini membuat warga Monosoeka gelisah. Sebab saat Sosrokartono pergi memenuhi undangan Sultan Mahmud untuk yang pertama kalinya yaitu tanggal 9-21 Mei 1931, banyak orang yang datang meminta pertolongan ke Dar Oes -Salam harus pulang dengan rasa kecewa, sebab tidak mendapatkan pertolongan. Apalagi di antara mereka ada yang datang dari jauh dengan penyakit dan persoalan yang berat.
Bukan hanya itu, orang yang minta pertolongan melalui telpon atau telgram yang biasanya dijawab dan dilayani sendiri oleh Sosrokartono juga kecewa sebab ia tidak ada di rumah. Pertolongan melalui telpon ini dilakukan oleh Sosrokartono dengan menyalurkan kekuatan Illahi melalui kabel telpon yang di ujung telpon tempat orang yang meminta pertolongan diletakan air putih yang kemudian menjadi air tirto busodo. Mereka biasanya berasal dari kota yang jauh seperti Surabaya, Semarang dan kota lainnya.
Rasa kawatir dan gelisah Kelompok Monosuko ini diketahui oleh Sosrokartono. Karena itu ia menunjuk wakil saat ia akan pergi ke Sumatera atau saat ia tidak ada di rumah. Anehnya yang ditunjuk menjadi wakil adalah sulaman huruf Alif. Sulaman huruf Alif itu ditempatkan di antara dua pintu yang menghubungkan ruang tengah dengan ruang belakang dan muka.
Pertama-tama yang ditunjuk untuk melayani para tamu yang minta air tirto busodo adalah Parnadi. Waktu itu ia masih jejaka dan sekolah di Algemeene Middelbare School Bandung, la diperkenankan Sosrokartono tinggal di Dar Oes-Salam dan pemuda ini dibantu oleh pembantu-pembantu yang dekat lainnya seperti Soepardi.
Keterangan Soepardi tentang cara pembuatannya Sang Alif dengan tapabrata itu didukung cara pemasangannya yang ditulis dalam surat Sosrokartono dari Tanjungpura tanggal 26 Oktober 1931, yang bunyinya.:
“Masang Alif poenika inggih kedah mawi sarono lampah. Mboten kenging kok ladjeng dipoen tjentelaken kemawon lajeng dipoen tilar kados mepe rasoekan “, (Memasang Alif itu seharusnya dengan laku, tidak boleh menggantungkan itu bagitu saja dan ditinggalkan seperti menjemur pakaian)
Kalau Sosrokartono kebetulan sakit atau tidak enak badannya, Soepardi juga disuruh memintakan air pada Sang Alif untuk diminum hingga misi spiritual ngawulo datheng kawulaning Gusti lan memayu bayuning urip dapat terus dilakukan. Simbol Alif yang ada di Dar Oes-Salam, menjadi pengganti Sosrokartono untuk membantu orang-orang yang memerlukan untuk memohon kepada Sang Alif sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Ada persyaratan lain yang dijadikan pedoman dari siapa pun saat berada di depan symbol Alif yaitu dengan kepercayaan penuh, hati yang jujur dan tidak menyimpan kebencian kepada siapa pun. Kalau tidak botol ait yang dibawa pemohon bisa pecah.
Sampai hari wafatnya Sosrokartono tanggal 8 Pebruari 1952 symbol Alif masih berfungsi sebagai wakil beliau. Bahkan ketika ia telah meninggalkan alam yang fana ini, anyaman Alif yang ditinggalkan di Dar Oes Salam masih berfungsi seperti sediakala untuk menolong mereka yang memerlukan pertolongan dengan pelayanan warga Monosoeko. Pada waktu rumah Dar Oes – Salam tidak dapat dipertahankan lagi tepat setelah memperingati 1000 hari setelah wafatnya Sosrokartono, maka atas persetujuan para ahli waris sulaman Alif dipindahkan ke Kudus dan digantungkan di dinding dalam gedung pasarean leluhur Hyang Sosrokartono, kanjeng Adipati Ario Tjondronegoro IV.
Air Penyembuh Ajaib
Ada pertanyaan menarik yang diajukan oleh dr Bruneck kepada Sosrokartono saat mengunjungi sahabatnya di wiswa Dar Oes – Salam mengapa ia melakukan pengobatan dengan air putih?. Jawaban yang diberikan oleh Sosrokartono mengejutkan dr Bruneck. Itu bendaknya ditanyakan kepada Tuhan, saya sendiri tidak tahu, ujar Sosrokartono. Namun senyatanya, Sosrokartono melakukan pengobatan kepada ribuan orang dengan menggunakan air putih yang kemudian dikenal dengan Tirto Husodo. Secara harfiah berasal dari kata tirto yang berarti air dan husudo berarti obat. Karena itu air yang diberikan oleh Sosrokartono kepada obat yang meminta pertolongan secara harfiah adalah air yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit.
Air, secara umum, baik di dunia keagamaan maupun kafir dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan purifikasi atau penyucian diri. Air juga bisa digunakan untuk pembersihan diri dalam upacara-upacara maupun ibadah. Karenannya Tirto Husodo yang digunakan oleh Sosrokartono untuk menolong orang-orang yang sakit dan memerlukan bantuan adalah sarana pengobatan untuk menyembuhkan berbagai penyakit jasmani dan rohani. Sementara air memiliki sifat tidak berbau, mudah didapat, gampang dibawa dan mudah dimasuki prana (daya hidup) dan menyimpan prana dengan baik.
Ada dua cara yang digunakan oleh Sosrokartono dalam menjadikan air menjadi Tirto Husodo. Pertama, dengan cara memandang beberapa detik dengan diam dan mendoakan air yang dibawa penderita lalu menyerahkan kembali kepada pasien. Cara kedua, jika beliau tidak berada dirumah maka Tirto Husodo dapat diperoleh dengan meletakkan botol berisi air dibawah huruf Alif.
Di samping menugaskan Parnadi dan Soepardi, Sosrokartono juga berpesan, yang melayani tamu untuk memohon air tirto busodo di depan Alif tidak boleh banyak- banyak, cukup dua orang. Botol atau tempat air lainnya harus ditempatkan di tengah-tengah daun meja kecil yang diletakkan tepat di bawah huruf Alif, pada posisi yang ditandai dengan titik silang dua garis.
Pemohon berdiri di depan gambar Alif dan diminta memanjatkan permohonannya dengan batin yang tulus, ikhlas dan sungguh-sungguh. Pembantu menyertai dengan berdiri diam di sampingnya. Setelah beberapa waktu, pemohon diperkenankan mengambil botolnya dengan diberi petunjuk bagaimana cara memakai dan menyimpan air tirto husodo.
Umumnya mereka diberitahu cara membawa dan menyimpan botol air tersebut dengan baik-baik, jangan sampai di langkahi oleh siapapun, termasuk hewan. Jadi diletakkan di atas. Di samping itu kalau sudah dapat harus terus pulang dan tidak boleh mampir-mampir di tengah jalan. Orang yang sakit atau yang susah tiap hari harus minum air paling sedikit tiga kali sehari. Kalau air di dalam botol tinggal sedikit harus diisi dengan air minum penuh kembali dengan ingat kepada Sosrokartono. Kalau kehabisan sama sekali boleh datang kembali untuk meminta Tirto Husodo ke Dar Oes-Salam
Cara penyembuhan Raden Mas Padji Sosrokartoso diungkapkan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Panggil Aku Kartini Saja. Ia menggambarkan kelebihan Sosrokartono sebagai seorang spiritualis Jawa. Dalam buku itu Pramoedya mengutip kesaksian seorang dokter Belanda yang bertugas di Rumah Sakit Centraal Burgerlijks Zienkenbuis (CBZ) Batavia.
Menurut dokter itu pada tahun 1930 ia menyaksikan Sosrokartono menyembuhkan wanita yang melahirkan. Wanita ini menurut dokter tidak bisa disembuhkan. Tetapi Sosrokartono hanya mengobati dengan air putih atau tirto busado dan pasien itu sembuh. Rumah Sakit CBZ ini kemudian menjadi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Penulis adalah Penulis Buku Drs RMP Sosrokartono Biografi dan Ajaran-ajarannya