JEPARA (SUARABARU.ID)- Seperti membuka memori lama terkait keberadaan Selat Muria, beberapa teori terkait peta kuno yang menyebutkan adanya Selat Muria kembali bermunculan pasca banjir dahsyat yang melanda Kabupaten Jepara, Kudus, Demak, Pati dan Purwodadi.
Salah satunya ditulis oleh Jean-Marc Gilonne, seorang berkebangsaan Prancis yang lama tinggal di Jepara, tepatnya di Pulau Karimunjawa hampir sepuluh tahun lalu. Menurut dia, kecintaannya pada sejarah membawanya menemukan kemegahan masa lalu dan budaya Nusantara.
Pada tahun 2023 ia menulis buku Sejarah Jepara dan Karimunjawa. Bagi dia, ini sebuah cara untuk berterima kasih kepada semua orang yang menyambutnya dan memberi mereka alasan untuk bangga dengan sejarah bersama mereka, sekaligus memberi pengunjung gambaran sekilas tentang kekayaan yang bisa mereka temukan di Jepara dan Karimunjawa.
“Banjir dahsyat saat ini melanda wilayah utara Jawa Tengah, ribuan orang terpaksa kehilangan rumahnya dan terpaksa mengungsi. Wilayah yang bersangkutan berada persis di lokasi Selat Purba Gunung Muria yang memisahkannya dari benua hingga abad ke-18”, tulis dia dalam akun Fb Jean-Marc Gilonne. Dia menyebutkan, wilayah yang dilanda banjir ini berada persis di lokasi Selat Purba Gunung Muria yang memisahkannya dari benua hingga abad ke-18. “Hal ini penting untuk diingat agar dapat mengambil keputusan yang tepat dalam hal pembangunan dan pencegahan, karena bencana seperti ini dapat muncul kembali sewaktu-waktu”, ujarnya.
Selat Muria
Berikut penjelasan terkait dengan peta Selat Muria. Gunung Muria merupakan sebuah gunung berapi purba, Gunung Muria berdiri selama jutaan tahun di jantung benua kuno Sundalandia yang menghubungkan Bali, Kalimantan, Jawa dan Sumatra dengan seluruh Asia.
Pada akhir zaman es air naik 120 meter dan menutupi sebagian benua ini sehingga terciptalah kepulauan Indonesia seperti sekarang ini. Gunung Muria menjadi sebuah pulau hanya 10.000 tahun yang lalu. Kerang dan fosil yang berasal dari masa tersebut masih dapat ditemukan hingga saat ini di ruang bawah tanah dan sumur di seluruh wilayah utara Jawa Tengah.
Selat Muria selama berabad-abad merupakan arteri komersial utama dalam sejarah Indonesia, menghubungkan kepulauan rempah-rempah dengan Asia Tenggara dan membawa kekayaan bagi Jepara dan Kerajaan Majapahit, Demak dan Mataram.
Selain itu, bangkai kapal kayu Jawa yang berasal dari abad ke-7 ditemukan di Punjulharjo dekat Rembang, bukti perdagangan pesisir kuno sejak saat itu (Kerajaan Kalingga) di Selat Muria.
Demak Abad Ke-15
Asal usul Demak berasal dari Desa Glagah Wangi yang sebenarnya merupakan pusat pembelajaran zaman dahulu yang terletak di daerah rawa Selat Muria yang saat itu sudah mulai mengering. Demak dibangun di daerah rawa pada akhir abad ke 15 seorang ulama bernama Raden Patah (1455-1518). Diperintahkan oleh tokoh masyarakat Islam untuk mengembangkan tempat belajar Islam di Glagah Wangi yang kelak menjadi pusat utama. kegiatan Wali Songo atau “sembilan wali”.
Glagah Wangi akan berganti nama menjadi Demak Bintara yang berasal dari istilah Jawa Delemak yang berarti “tanah berair” atau “rawa”. Hal ini menyebabkan berdirinya Kesultanan Demak pada tahun 1475 yang dengan cepat memperoleh kemerdekaan dari Majapahit dan membangun masjid tertua di Jawa pada tahun 1479 di Demak.
Kalinyamat Abad Ke-16
Putri Sultan Trenggana dari Demak, Kalinyamat, mendirikan kerajaan Jepara setelah kematiannya pada tahun 1549. Selat Muria sangat aktif dan terdapat empat kota pelabuhan di wilayahnya yang menjadi pintu gerbang perdagangan: Jepara, Juana, Rembang dan Lasem. Semua sumber keuntungan besar.
Lokasi pembuatan kapal sedang mengembangkan dan menyambut pedagang dari seluruh Asia Tenggara. Selama dua puluh lima tahun masa pemerintahannya, Jepara menjadi salah satu kerajaan terkuat di Jawa.
Selat Muria Abad Ke-17
Pada akhir abad ke-17, Selat Muria lambat laun diserbu lumpur dan hanya tersisa satu sungai. Akses ke Rembang dan Lasem ditutup. Galangan kapal besar di Selat Muria sepanjang Japara-Rembang-Demak “terdampar” di tengah daratan, tanpa akses ke laut.
Pada tahun 1685 naskah VOC awal peta Jawa Tengah, fokus pada Kerajaan Mataram pada masa kedutaan Belanda dipimpin Kapten Tack ke Surakarta. Pada Abad Ke-18 selat tersebut kini ditutup total. Kota Semarang, Demak, Kudus dan Pati berkembang dan kini berbelok ke arah darat dan jalan raya. Namun daerah banjir lama belum hilang. Sekarang banjir dahsyat kembali muncul membuka memori lama tentang Selat Muria.
ua