blank
Juergen Klopp. Foto: liverpoolfc

blankOleh: Amir Machmud NS

// percayalah ada titik lelah/ ada titik jenuh/ ada titik yang melawan/ jiwa mengajak berjeda/ menjauh dari hiruk-pikuk/ lalu bayangkanlah/ akan ada sebongkah rindu…//
(Sajak “Juergen Klopp”, Februari 2024)

KIRA-KIRA dua musim silam, sejumlah pundit riuh menspekulasikan “nasib” Juergen Klopp. Akankah dia segera mengakhiri karier di Anfield Road, atau manajemen Liverpool bersabar untuk tetap mempertahankannya?

Liverpool, yang dia bangunkan dari tidur panjang dengan meraih trofi Liga Primer pada periode 2019-2020 dan Liga Champions, mulai keteteran bersaing dengan Manchester City. Pun sering kalah dari tim-tim di luar lima besar.

“Gegenpressing”, filosofi dan “ideologi sepak bola metal” ala Klopp rupanya mulai terbaca oleh para rival. Ketika Trio Firmansah (Roberto Firmino, Sadio Mane, dan Mohamed Salah) bubar karena Mane dan Firmino memilih pindah klub, The Reds pun bagai kehilangan sebagian kesaktiannya.

Dia racik substitusi dengan kehadiran Diogo Jota, Darwin Nunez, dan Wataru Endo, namun tak mudah menggantikan kedahsyatan Trio Firmansah yang menghayati betul jiwa sepak bola pressing Klopp.

Spekulasi nasib Klopp perlahan-lahan meredup seiring dengan performa Liverpool yang membaik, dan tetap menjadi kekuatan utama Liga Primer.

Belakangan kalangan sepak bola Inggris malah dibikin terkejut oleh pernyataan Klopp. Dua pekan lalu dia menegaskan bakal meninggalkan Virgil van Dijk cs di akhir musim nanti.

Sudah delapan musim pria Jerman itu mendampingi Si Merah dengan mengukir bergelimang prestasi. Dia telah mengembalikan Liverpool ke habitat elite seperti pada dasawarsa 1970-an. Dihadirkannya rivalitas sengit dengan dua genius muda: Pep Guardiola dan Mikael Arteta.

Berjeda
Intensitas kerja keras, dari berpikir tentang konsep taktik, pembaruan-pembaruan, manajemen, hingga eksekusi dari tepi lapangan selama lebih dari 20 tahun sejak menukangi Mainz dan Borussia Dortmund di Bundesliga, diakui telah membuatnya lelah dan jenuh.

Klopp membutuhkan cuti sabatikal. Meninggalkan Anfield menjadi sebentuk pilihan jeda dari kehirukpikukan sepak bola, seperti yang juga pernah dilakukan Pep dari Barcelona pada 2012.

Selain spekulasi nama-nama yang bakal menggantikan, berkembang pula perkiraan skenario: ke klub mana dia berlabuh? Benarkah dia terpincut untuk membesut Real Mallorca di La Liga?

Tak mudah menghapus bayang-bayang Klopp dari Liverpool. Sudah delapan musim klub kota pelabuhan itu membangun chemistry dengan Klopp. Ideologi sepak bolanya menyatu dengan Mo Salah dkk, dan pasti bakal menjadi warisan sejarah dalam khazanah taktik sepak bola. Dia telah menjadi bagian dari elan “You’ll Never Walk Alone“…

Simaklah reaksi Pep Guardiola lewat narasi respek di balik persaingan keras mereka, “Saya bakal bisa lebih nyenyak tidur. Tetapi saya pasti akan merindukannya…”

Tekanan
Semua memahami, sepak bola di liga-liga dunia telah menjadi industri olahraga dan hiburan dengan pressure tinggi bagi para pelakunya. Kerumitan taktik tak terhindarkan memancar dalam keribetan personal keseharian.

Bukan hanya tuntutan kepada pemain, pelatih juga bagai berjalan di atas titian rambut dibelah tujuh. Setiap saat bergoyang terembus angin, setiap saat harus siap terpeleset dalam mengarungi tujuan.

Mereka adalah orang-orang dengan psikologi daya tahan prima. Pun bagi pelatih dengan jiwa “metal” seperti Klopp, juga yang searogan Jose Mourinho, yang sediktator Alex Ferguson dan Louis van Gaal, atau yang terlihat setenang Carlo Ancelotti, Arsene Wenger dan Franz Beckenbauer (alm) pada masanya.

Dengan pertimbangan tertentu, kita mungkin termasuk yang tidak rela Juergen Klopp meninggalkan Liverpool, siapa pun penggantinya kelak. Apakah Unay Emery, Steven Gerrard, Xabi Alonso, Jose Mourinho, atau Roberto de Zerbi.

Para penikmat gaya bermain Liverpool — seperti saya –, dan fans The Reds pasti akan menyaksikan keanehan manakala di bangku cadangan pemain, pada musim depan, tak ada pria berwajah “metal” dengan jaket kasual dan topi khas, diliputi ketegangan sambil sesekali menunjukkan gestur ekspresif pada setiap momen yang terjadi di lapangan.

Bukankah sebongkah rindu pun bahkan telah terbayangkan dari sekarang?

Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah