blank
Lestari Moerdijat saat memberikan sambutannya secara daring, dalam diskusi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12. Foto: lmc

SEMARANG (SUARABARU.ID)- Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, kolaborasi lintas bidang terkait kebijakan serta keterlibatan masyarakat, harus diwujudkan untuk mengoptimalkan potensi lahan basah dalam pelestarian lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merata.

”Sesuai amanat konstitusi UUD 1945, pengelolaan seluruh kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), dimaksimalkan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk potensi lahan basah,” kata Lestari, saat membuka diskusi daring bertema ‘Lahan Basah: Mengeksplorasi Potensi Kekayaan Sumber Daya Alam Kita’, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (31/1/2024).

Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri SH LLM (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Dr Ir Ayu Dewi Utari MSi (Sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove RI/BRGM), Dadang Jainal Mutaqin SHut MEMD PhD (Fungsional Madya, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas).

BACA JUGA: 4 Napiiter Lapas High Risk Pasir Putih Ucapkan Ikrar Setia NKRI

Ada juga Yus Rusila Noor (Direktur Wetlands International Indonesia) sebagai narasumber. Selain itu, hadir pula Prigi Arisandi (Executive Director Ecological Observation and Wetlands Conservation/Ecoton) dan Aditya Heru Wardhana (Ketua Bidang Regional, The Society of Indonesian Environmental Journalists/SIEJ) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, setidaknya Indonesia memiliki tujuh potensi kekayaan SDA, yakni potensi hutan, kekayaan biota laut, tambang, tanah, air, udara dan pariwisata. Selain itu, tambah dia, ketujuh potensi kekayaan SDA yang ada, Indonesia juga kaya akan lahan basah (wetland).

Sehingga, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, nilai ekonomi dan ekologi lahan basah (gambut, sungai, danau, dan teluk dangkal), perlu mendapat perhatian lebih, dalam upaya memanfaatkan dan melestarikan potensi yang ada.

BACA JUGA: Puryono, S. Pd. Pimpin Kembali Gerakan Pramuka Kwartir Ranting Tahunan

Berdasarkan potensi lahan basah yang dimiliki, menurut Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, para pemangku kepentingan harus mampu memperhatikan pemanfaatan lahan basah, melalui aturan dan tata kelola lahan basah yang baik, dalam upaya memitigasi perubahan iklim dan melestarikan ekosistem.

Apalagi, tegas anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, sebagai negara yang meratifikasi Konvensi Ramsar, pemerintah wajib memberikan perlindungan pada lokasi lahan basah, sekaligus merencanakan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan.

Rerie sangat berharap, potensi yang dimiliki Indonesia pada lahan basah dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, dengan menerapkan sejumlah kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus pelestarian lingkungan di Tanah Air.

BACA JUGA: Polres Jepara Kembali Raih Dua Penghargaan KPPN Kudus, Kapolres: Pertahankan Terus Torehan Prestasi

Sementara itu, Dadang Jainal Mutaqin mengungkapkan, arah kebijakan pemerintah terhadap lahan basah saat ini, baru tertuju pada lahan gambut dan mangrove. Diakui dia, saat ini sedang terjadi bencana yang mengancam kehidupan manusia.

”Setidaknya ada tiga krisis yang mengancam manusia saat ini, yaitu perubahan iklim, peningkatan polusi dan kehilangan keanekaragaman hayati,” jelas dia.

Hal itu, jelas Dadang, sudah ditandai dengan tren peningkatan bencana pada beberapa tahun terakhir, yang didominasi bencana hydro meteorologi. Dampak ekonomi yang ditimbulkan sejumlah bencana itu sejak 2020-2024, lebih dari Rp 500 triliun, di luar kerugian kehilangan nyawa manusia.

BACA JUGA: Bank Jateng Bagikan Dividen Rp 1,09 Triliun: 69,3% Laba Bersih

Sedangkan Ayu Dewi Utari mengungkapkan, BRGM merupakan badan yang di dalamnya terdiri dari banyak pihak, yaitu pegawai pemerintahan, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat.

Diakui dia, pihaknya menargetkan restorasi gambut seluas 1,2 juta hektare, dan restorasi mangrove seluas 600 ribu hektare di Tanah Air, hingga akhir 2024.

”Dalam proses restorasi dibutuhkan pemutakhiran peta mangrove setiap tahunnya, mengingat cepatnya perubahan yang terjadi. Terutama mangrove di pesisir, yang berpotensi terkena abrasi dan hilang atau terkonversi menjadi tambak,” papar Ayu.

Riyan