WANGI gula merah yang diolah, tercium semua orang yang lewat di lapak seorang penjual jenang tradisional di Pasar Ngasem, Kota Magelang. Seperti pasar tradisional pada umumnya, di pasar ini juga terdapat salah satu lapak yang menyajikan makanan tradisional yang digemari semua kalangan usia, yaitu jenang candil.
Jenang candil terbuat dari tepung beras ketan yang dicairkan, ditambah dengan gula merah atau biasa disebut gula jawa, untuk pewarna cokelat alami, dan membuat jenang mempunyai rasa yang manis.
Kekhasan jenang candil terdapat di adonan tepung berasnya, yang dibentuk menjadi bulat bertekstur kenyal. Adonan itulah yang disebut dengan nama Candil, karena pembuatannya yang di-‘indil-indil’, yang artinya dibuat bulat-bulat.
BACA JUGA: Takut Gagal Jadi Alasan Seseorang Tak Bisa Sukses
Makanan ini akan bertambah nikmat, jika ditambah dengan santan. Sehingga ada rasa gurih pada makanan itu. Dengan harga hanya Rp 3.000, pembeli sudah bisa mendapatkan seporsi jenang, dengan dua butir candil berwarna coklat plus santan manisnya.
Selain jenang candil, ada pula jenang mutiara, jenang telo (ketela), ataupun jenang putih dengan rasa yang khas. Kekhasan ini ada, karena resep yang digunakan telah turun-temurun, dari generasi sebelumnya.
Selain resep yang masih terjaga, cara memasaknya pun, juga masih sama seperti dahulu, dengan menggunakan tungku api, dan memasak langsung di lapak. Proses memasaknya ini pun, bisa menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi konsumen, karena dapat melihat secara langsung proses pembuatannya.
BACA JUGA: Relawan Ganjar-Mahfud Meninggal Akibat Terjatuh dari Motor saat Konvoi di Klaten
Jenang candil juga dianggap memiliki nilai filosofi dan eksotis, seperti saat disajikan di sebuah pesta pernikahan. Jenang ini diyakini sebagai simbol keharmonisan hidup bagi sepasang pengantin.
Rasa jenang candil yang cocok untuk semua kalangan, membuat anak-anak muda zaman sekarang juga mulai mengkreasikannya, agar tidak kalah dengan makanan modern di era sekarang.
Willma Putri A