SURABAYA (SUARABARU.ID)- Siti Atikoh Supriyanti mengaku pernah diragukan soal sikapnya terhadap perbedaan agama. Atikoh mengatakan, sejak kecil ia sudah mengenal toleransi beragama karena memiliki teman berbeda agama.
Hal itu seperti yang disampaikan Atikoh, saat hadir pada Pertemuan Umat Lintas Agama, di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (20/12/2023). Mulanya Atikoh membahas soal Sumpah Pemuda, yang menjadi bukti berdirinya republik ini bukan karena peran satu kelompok, tetapi dari berbagai kelompok yang saling bahu membahu.
”Kemarin saya ke Rengasdengklok (rumah pengasingan Bung Karno-red) sama Mas Ganjar, ternyata pemilik rumahnya itu WNI keturunan. Jadi kalau ada yang ingin homogenitas, itu adalah orang yang mencoba membelokkan sejarah,” tegasnya.
BACA JUGA: Siti Atikoh Berpihak pada Kaum Perempuan dan Marjinal
Atikoh kemudian menyampaikan, rekam jejak sang suami, Ganjar Pranowo soal kebhinnekaan dan toleransi beragama, juga bisa dilihat semasa memimpin Jawa Tengah.
”Kami selalu membersamai dan melindungi seluruh kelompok masyarakat, untuk bisa beribadah secara aman, nyaman dan merdeka,” ucap Atikoh, disambut gemuruh tepuk tangan umat lintas agama yang hadir.
Atikoh juga membahas perjuangan Ganjar, agar umat Buddha dan Hindu dapat beribadah di Candi Borobudur dan Prambanan, tanpa diperlakukan bak wisatawan. Untuk tempat ibadah lain, juga diupayakan dengan baik di Jateng.
BACA JUGA: Makna dan Filosofi Tugu Cahaya di Taman Alun-alun Simpang Tujuh
”Sehingga tidak ada namanya mayoritas minoritas, karena semua memiliki hak yang sama untuk beribadah dan mendekatkan diri pada sang Khalik,” tegasnya.
Atikoh juga bercerita, dirinya pernah diragukan sikap kebhinnekaan dan toleransinya. Hal ini dikarenakan penampilannya yang berhijab, serta latar belakang keluarganya yang religius.
”Tapi sejak kecil saya punya teman akrab yang berbeda agama. Justru dengan dia, saya sering diingatkan, sudah shalat atau belum. Begitu pun sebaliknya, jadi keberagaman itu indah,” ucapnya.
Seperti diketahui, Siti Atikoh adalah cucu dari Kiai Hisyam Abdul Karim, pendiri Pondok Pesantren Roudlotus Sholihin, di Pedukuhan Sokawera, Desa Kalijaran, Karanganyar, Purbalingga. Kiai Hisyam dikenal sebagai Rais Syuriah PCNU Purbalingga pada 1973-1983 di wilayah Purbalingga.
Riyan