Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu yang berhasil menyelesaikan ujian akhir Program Studi Doktor Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang berfoto bersama suami dan anaknya. foto HP

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, berhasil menyelesaikan ujian akhir Program Studi Doktor Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Wali kota menyelesaikan S3 atau program doktornya dalam waktu 3 tahun 9 hari. Tak main-main, ia bahkan berhasil meraih IPK sempurna 4.00 dengan predikat summa cumlaude atau “dengan pujian tertinggi”.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof. Hardi Warsono, memimpin sidang ujian akhir Doktor. Bersama co promotor I dan II, Dr. Rina Kurniati, dan Prof. Hartuti Purnaweni. Serta penguji internal Dra. Kismartini, dan penguji eksternal Prof. Sri Puryono.

Sidang yang berlangsung pada Selasa 19 Desember 2023 di Ruang Sidang Pascasarjana FISIP Undip ini memakan waktu hampir tiga jam.

Tak sendirian, hadir suami sekaligus anggota DPRD Jateng, Alwin Basri, dan anak semata wayangnya, Muhammad Faraz Razin Pradana, serta sanak keluarga.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang, Iswar Aminuddin, Kepala OPD, Perwakilan camat dan lurah juga hadir memberikan support kepada wali kota yang biasa disapa Mbak Ita tersebut.

“Alhamdulillah sudah bisa menyelesaikan program studi Doktor Administrasi Publik selama 3 tahun 9 hari,” ujarnya usai sidang.

Meski harus menghadapi banyak kendala untuk menyelesaikan disertasinya, Mbak Ita mengaku senang karena disertasi kali ini ia mengangkat tentang Kota Lama Semarang.

“Tentu lebih banyak sukanya ya, karena Kota Lama ini kan sudah menjadi pasion. Terlebih saya selaku ketua BPK2L, tentu banyak hal-hal yang menarik untuk diteliti dan mengeksplore lebih dalam,” ujarnya.

Dirinya menjelaskan, sebenarnya Kota Lama di tahun 2015 sudah menjadi tentative list UNESCO. Warisan budaya dunia seperti Kota Lama Semarang harus memiliki outstanding universal value (OUV).

“Banyak hal-hal yang menjadi indikator untuk Kota Lama menjadi kelas dunia (World Heritage), tapi disisi lain masih banyak juga hambatan-hambatan. Salah satunya bagaimana kita mensinkronkan, mengkolaborasikan antar pemangku kepentingan. Kalau di dalam disertasi ini kami menyebutnya, para aktor atau secara umumnya adalah pemangku kepentingan,” katanya.

“Sehingga saya mengambil disertasi berjudul Hepta Helix Collaborative Governance dalam Pengelolaan Situs Kota Lama Semarang. Ini merupakan lanjutan dari tesis S2 saya yang juga berkaitan dengan Kota Lama,” katanya.

Dalam disertasinya, wali kota lebih menekankan pada sinergi atau collaborative governance, sesuai konsep bergerak bersama Kota Semarang.

“Harapannya, dengan selesainya disertasi ini bisa menghasilkan penemuan baru, dan menjadi salah satu pondasi untuk agar Kota Lama Semarang bisa menjadi World Heritage,” katanya.

Ditanya terkait raihan IPK sempurna 4.00 atau summa cumlaude yang ia dapat, dirinya mengaku berupaya melakukan terbaik di setiap aktivitas, termasuk saat harus meluangkan waktunya untuk perkuliahan dan menyelesaikan tugas sebagai Wali Kota Semarang.

“Perjalanan atau waktu menyelesaikan ini kan panjang, hingga tiga tahun. Harus selalu ketemu dengan dosen atau promotor kemudian bolak-balik revisi laporan, revisi disertasi. Itu semua dilakukan di tengah aktivitas saya sebagai Wali Kota,” katanya.

Menurutnya, tantangan tersebut justru tidak sampai menjadi hambatan, tetapi menjadi suatu jalan untuk dirinya bisa meraih yang terbaik.

“Bersyukur sekali dimudahkan. Banyak teman-teman yang men-support dan membantu. Alhamdulillah bisa mendapatkan IPK 4.00,” katanya.

Hery Priyono