blank
Ratusan umat Buddha berjalan ke Candi Borobudur, hari ini. Foto: eko

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID) – Sebanyak 500 umat Buddha se-Tanah Air mengikuti kegiatan Pabbajja Samanera, hari ini (Selasa, 19/12/23).

Pabbajja Samanera merupakan kegiatan untuk melatih umat Buddha mempraktikkan kehidupan meninggalkan keduniawian.

Ketua panitia, Fatmawati, mengatakan, kegiatan itu penting. Sebelum Samanera ditahbiskan, memberikan penghormatan dengan cara berpradaksina. Yakni penghormatan mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali dan memberikan hormat kepada Sang Buddha yang berada di atas candi tersebut.

Pradaksina merupakan salah satu cara penghormatan tertinggi yang bisa diberikan kepada Sang Buddha. “Setiap mau melaksanakan upacara besar harus menghormat dulu dengan cara berpradaksina,” katanya.

Ditambahkan, acara tersebut tahun ini dinilai sangat istimewa. Sejak pembukaan melakukan penanaman bibit pohon, Minggu (17/12/23). Hari ini melakukan Pradaksina, selanjutnya dilakukan pentahbisan. Ada acara mahasanggadana dan akan ditutup dengan pelepasan lampion.

Disebutkan, tahun ini kedatangan 300 tamu asing yang berasal dari Thailand, China, Singapura, Malaysia, Vietnam, Laos, Kamboja, Amerika, ada juga dari Ukraina. Adapun peserta Pabbajja Samanera termuda berusia delapan tahun dan tertua 101 tahun.

Dia ingin mempromosikan Candi Borobudur ke dunia internasional. Di mata tamu asing dia ingin mereka membawa kenangan indah dengan acara lampion.

Dijelaskan pula, pentahbisan adalah upacara pengukuhan bahwa Samanera hari ini telah resmi berlatih melepas keduniawian. Pakaian warna putih akan diganti jubah warna kuning seperti seorang Bhikkhu.

Acara itu sebenarnya kegiatan intern. Tetapi tidak menutup masyarakat umum untuk menyaksikan.

Direktur Urusan Agama Buddha Nyoman Suriadarma, ketika diwawancarai di sela acara itu mengatakan, Pemerintah menyambut baik dan mengapresiasi atas pelaksanaan kegiatan tersebut. Kegiatan itu secara rutin dilaksanakan oleh umat Buddha. Kegiatan itu melatih setiap orang agar mengenal kehidupan seorang petapa.

Di mana saat pelatihan itu mereka melepas kepentingan keduniawian. Itu merupakan bentuk pelatihan diri. Agar ke depan mereka bisa punya mental dan moral yang kuat serta jatidiri yang kuat dalam menghadapi kehidupan.

Setelah pelatihan itu mereka akan kembali ke kehidupan keseharian masing- masing. Usai
latihan itu diperbolehkan langsung jadi Bhikkhu. “Agar membina masyarakat,” katanya.

Eko Priyono