Menjumputi tiga hal hal besar dari pelajaran Pangeran Sambernyowo KGPAA Mangkunegoro I (1725-1795), yakni merasa wajib ikut merasa memiliki (melu handarbeni), wajib ikut mempertahankan (melu hangrungkebi), mawas diri dan memiliki sifat berani untuk kebenaran (mulat sariro hangrasa wani). Falsafah ini sangat cocok jika dikaitkan dengan upaya kita memberantas korupsi.
Kita akui, hingga saat ini kampanye pencegahan korupsi oleh KPK laku keras, seperti sekolah KPK, LHKPN, Desa Anti Korupsi, Duta Integritas dan jalur kebudayaan lainnya apalagi penindakannya dengan OTT, pergerakan KPK selalu didukung rakyat.
Apapun kerja kebudayaan kita bisa dioptimalkan untuk menyebarkan virus anti korupsi kepada seluruh lapiran warga yang punya core universal. Misalnya, festival desa, pengajian, kerja bakti, merti desa, ular-ular temanten, dll – dengan konten-konten spirit anti korupsi.
Ada saatnya kita berkata-kata, ada waktunya kita berbuat nyata. Sudah masanya kita kembali ke basis, ke pangkuan ibukandung, yakni nilai kebudayaan sendiri. Falsafah, nilai budaya itu tak cukup disematkan pada meja kerja, dinding sekolah, ruang kelas, ruang kuliah, ruang pimpinan maupun ruang publik sekalipun, terpenting adalah praktik implementasi dan role model dari para elit yang berdampak hingga grassroots.
Harap kita catat baik-baik dalam sukujur lahiriah dan mental kita. Jangan sampai kaum muda mengalami kepanglingan budaya, sehingga melawan korupsi itu soal kekuasaan. Artinya, setiap orang harus mampu menguasai, menaklukkan diri sendiri agar tak terjatuh dalam kubang korupsi. Penting pula peran watchdog (kontrol dan pengawasan) dari masyarakat. Let’s against corupptions, start now.
Marjono, Kepala UPPD Kabupaten Tegal, Jawa Tengah