“Bullying, revenge porn dan kekerasan seksual, memang masih menjadi sebuah fenomena yang masih menghantui dunia pendidikan dan tindakan itu ada ancaman pidananya, apalagi sampai saat ini sudah menjadi perhatian serius bagi banyak pihak. Karena tidak hanya merugikan korban secara emosional dan psikologis, tetapi juga mengganggu proses belajar-mengajar di sekolah,” jelasnya.
Sementara itu Kepala SMP Maria Goretti, Semarang, Veronica Retno Yuliani, melalui Kordinator Guru Bimbingan Konseling, Yosephine Utiek Kus Indrawati mengatakan, dengan adanya kegiatan itu tentu akan membantu mengubah paradigma dan menciptakan sekolah tanpa bullying dan kekerasan seksual, di mana setiap pelajar akan merasa aman, dihargai, dan didukung untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
“Kegiatan ini kami berikan sebagai bentuk peran aktif kami untuk pencegahan dengan cara kolaborasi pihak luar, tujuannya mengajarkan para pelajar untuk memahami perasaan orang lain dan menghargai keberagaman, serta mengetahui aspek dan ancaman hukum terkait materi yang disampaikan,” terang Yosephine.
Dengan begitu, lanjutnya, para pelajar nanti bisa menyadari perlunya menghormati perbedaan budaya, agama, dan latar belakang sosial, sehingga dapat membuka pikiran para pelajar supaya lebih berempati dan memahami perspektif orang lain, serta memahami kalau ada tindak pidana yang harus diwaspadai dan dihindari terkait tindakan sebagaimana materi yang diajarkan.
Pihaknya memastikan akan terus menciptakan, sekolah yang aman, nyaman dan disiplin. Dengan begitu seluruh warga sekolahnya terbebas dari rasa takut, intimidasi, kekerasan seksual dan perundungan, sehingga tercipta suasana kondusif untuk belajar dan hubungan antar warga sekolahnya terjalin positif.
“Kegiatan ini kami harapkan dapat mendorong para pelajar menjadi pelopor perubahan positif dan mendukung upaya mewujudkan sekolah tanpa bullying, dan bebas dari kekerasan seksual. Para pelajar juga memahami aspek dan tahu bahwa ada ancaman hukuman jika melakukan tindakan tersebut,” tandasnya.
Ning S