Anggotanya pun diperbolehlan dari para staf Dewan Pers yang nota bene bawahan anggota Dewan Pers. Tentulah Badan Pertimbangan Dewan Pers seperti bagaimana “macan ompong” tanpa kekuatan apapun.
Dengan kata lain, Badan Pertimbangan Dewan Pers saat itu belum lahir saja, giginya rontok. Dengan demikian, jika denga posisi seperti itu Badan Pertimbangan dilahirkan, hampir pasti tak ada manfaatnya secara signifikan. Kalau sekedar memberi nasihat, anggota Dewan Pers sudah “katam” masalah pers. Tak terlalu membutuhkan nasihat lagi.
Sebaliknya, Badan Pertimbangan Dewan Pers dapat efektif jika diberi porsi sebagai memantau, pengawas, pemeriksa dan pemutus masalah-masalah etis dan organisasi Dewan Pers, sehingga Dewan Pers terhindari sebagai lembaga “super body.”
Belajar dari riuh-rendahnya kasus pembentukan MKMK dan yang ditanganinya, sudah saatnya Dewan Pers tidak menjadi lembaga superbodi lagi dengan segera membidani kelahiran Badan Perimbangan Dewan Pers. Bersamaan dengan itu, sekaligus juga mengembalikan fungsi Badan Pertimbangan Dewan Pers sebagai pemamantau, pengawas dan pemeriksan serta pemutus masalah etik dan organisatoris yang terjadi di Dewan Pers.
Wina Armada Sukardi, pakar hukum dan etika pers