Polisi menunjukkan barang bukti kasus kredit fiktif, hari ini. Foto: eko

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID) – Polresta Magelang  telah menetapkan seorang perempuan warga Kota Magelang berinisial KI (46) sebagai tersangka tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp 11,6 miliar, Jumat (20/10/2023). Karyawan swasta tersebut melakukan tindak pidana korupsi dengan modus kredit fiktif.

Kapolresta Magelang KBP Ruruh Wicaksono, hari ini mengungkapkan bahwa tersangka melakukan tindak pidana korupsi dalam rentang waktu sejak Juli 2018 hingga Juli tahun 2020. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Tengah, tindakan tersangka merugikan negara sebesar Rp 11,6 miliar.

Dijelaskan, awalnya penyelidik Unit Tipidkor Satreskrim memperoleh informasi tentang adanya dugaan penggunaan atas nama palsu atau fiktif secara masif dalam pengajuan kredit di beberapa lembaga keuangan yang terjadi sejak Juli 2018 sampai Juli 2020. Kredit tersebut mulai terindikasi macet dan pihak kreditur mulai melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan data debitur tersebut.

Menindaklanjuti informasi tersebut penyelidik Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Magelang melakukan pengumpulan informasi dan  keterangan lebih lanjut. Serta permintaan keterangan para pihak.

Hasil pemeriksaan terhadap keterangan para saksi dari pihak kreditur dan debitur, didapat informasi bahwa peristiwa tersebut diawali dengan terjalinnya nota kesepahaman antara salah satu lembaga keuangan yang mendapat alokasi dari APBD Pemkab Magelang dan PT Indonusa Telemedia tentang pemberian fasilitas kredit bagi pegawai PT Indonusa Telemedia.

Setelah dilakukan penyidikan secara intensif, penyidik  berhasil mengungkap bahwa sejak adanya nota kesepahaman tersebut, saksi SN (44) bersama tersangka KI dan saksi NIN (26), serta saksi FEF (31), telah mengajukan kredit. Dengan cara memalsukan data-data maupun melibatkan pegawai fiktif Transvision. Sejumlah 302 debitur fiktif dengan masing-masing pengajuan kredit sebesar Rp 50 juta.

Dari 302 debitur fiktif, lanjut Kapolresta, uang hasil pencairan kredit dari 150 debitur fiktif dinikmati oleh saksi SN, tersangka KI dan saksi NIN.

Dengan cara membagi uang pencairan senilai Rp 50 juta per debitur. Rinciannya, bagian NIN Rp 1 juta sampai Rp 2 juta, bagian tersangka KI Rp 1,3 juta, bagian untuk atas nama FEF Rp 1 juta sampai Rp 2,5 juta, dan sisanya adalah bagian SN.

Sedangkan uang hasil pencairan kredit dari 152 debitur fiktif dinikmati oleh saksi FEF dan saksi NIN dengan cara membagi uang pencairan senilai Rp 50 juta per debitur dengan rincian bagian NIN Rp 500 ribu dan sisanya adalah bagian FEF. “Adapun uang yang diterima FEF digunakan untuk modal bisnis bersama rekan-rekannya di bidang pembesaran pohon sengon, ayam petelur, transportasi (bus/shuttle), penjualan handphone, penjualan mobil, dan properti,” jelasnya.

Selanjutnya, penyidik melaksanakan koordinasi dengan perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah dan telah melakukan audit penghitungan kerugian keuangan negara. Ditemukan kerugian sebesar Rp 11.687.956.665.

“Penyidik juga melakukan penelitian dan pelacakan aset terhadap tersangka dan telah berhasil melakukan pemulihan kerugian keuangan negara dengan melakukan penyitaan empat bidang tanah senilai satu miliar lima ratus juta rupiah,” jelasnya.

Akibat perbuatannya, tersangka KI dikenakan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Tersangka KI  diancam pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda 1 miliar rupiah,” pungkas Kapolresta KBP Ruruh Wicaksono.

Eko Priyono