SEMARANG (SUARABARU.ID) – Menuju generasi emas Indonesia yang merupakan sumber daya manusia unggulan para generasi muda berkualitas, berkompeten, dan berdaya saing tinggi menjadi cita – cita bangsa selama beberapa tahun ke belakang.
Bonus demografi yang terjadi di Indonesia seharusnya diiringi dengan meningkatkan kualitas manusianya sendiri, tak hanya dari fisik semata namun juga secara mental dan intelektual juga seharusnya menjadi unggulan.
Bahkan, Presiden RI Joko Widodo saat pidato kenegaraan 17 Agustus 2023 menyebutkan kalau masa depan bangsa Indonesia berada di pundak para generasi muda, para anak – anak milenial ataupun Gen-Z yang terlahir untuk memajukan negara ini.
Walau begitu, kendala yang terjadi saat ini dalam melahirkan para manusia – manusia unggulan yang berkualitas ini bukan tanpa kendala. Selain faktor kemiskinan dalam keluarga, ada faktor lain yang membayangi, yaitu stunting.
Kondisi kurang gizi yang menyebabkan seorang anak tidak bisa berkembang dengan baik menjadi permasalahan tersendiri. Bahkan hampir disetiap daerah di Indonesia selalu bisa ditemukan kasus stunting pada anak – anak yang masuk dalam usia pertumbuhan.
Menurut Ketua Tim Pokja KIE Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Perwakilan BKKBN Jawa Tengah, Nasri Yatiningsih, untuk langkah yang paling mudah dalam mencegah stunting dapat dilakukan dengan pemberian ASI ekslusif dalam 6 bulan pertama.
“Selain itu, faktor lingkungan tempat tinggal dan juga kondisi perekonomian keluarga dapat pula memengaruhi tumbuh kembang anak,” katanya.
Salah satu contohnya seperti di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang pada awal Oktober 2023 ditemukan laporan kasus 32 anak menderita stunting di wilayah Kecamatan Gunungpati. Ke-32 anak tersebut mengalami gangguan pertumbuhan lantaran kekurangan asupan gizi.
Kurangnya kesadaran para orangtua akan tumbuh kembang anak serta rendahnya kondisi perekonomian keluarga menjadi faktor terhambatnya anak – anak tersebut untuk bisa tumbuh secara normal seperti pada umumnya.
Atas kejadian tersebut, Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, bergerak cepat dengan melakukan intervensi langsung kepada suspect stunting tersebut. Mulai dari pemberian makanan tambahan penunjang hingga bantuan santunan untuk perbaikan gizi.
“Di Kota Semarang ada program Dashat (Dapur Sehat Atasi Stunting). Program ini adalah dapur umum yang memasak makanan menu-menu penanganan stunting dengan bahan – bahan lokal yang mudah didapatkan masyarakat,” katanya.
Beberapa resep menu penanganan stunting di antaranya seperti opor singkong perpaduan bahan dasar ayam, singkong, dan tahu, yang diklaim murah, namun mengandung gizi tinggi karena mengandung banyak protein hewani dari ayam serta protein nabati dari tahu juga karbohidrat dari singkong.
Bahan yang digunakan untuk membuat opor singkong tak lain adalah singkong atau pohung yang digunakan sebagai makanan pendamping beras. Bahan lainnya adalah ayam, santan dan garam. Untuk resepnya sendiri simpel, dan tidak menggunakan MSG. Teknik memasaknya tak beda dengan memasak opor, hanya ada tambahan singkong dan tahu.
Sementara itu, dari data laporan Dinas Kesehatan Kota Semarang terbaru, hingga saat ini masih ada sekitar 10,4 persen anak atau sekitar 900 sampai 1.000an anak dalam kondisi terancam stunting di Kota Semarang.
Data tersebut berdasarkan hasil Survei Status Gizi (SSG). Sedangkan dari data timbangan tiap bulan yang diterima, ada 3,1 persen anak stunting yang masuk dalam pantauan Dinkes Kota Semarang.
Atas laporan tersebut Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mengupayakan segala penanganan yang terus dilakukan secara masif agar kasus stunting di Ibu Kota Jawa Tengah segera tuntas. Terlebih lagi target nasional saat ini adalah mengejar angka zero stunting di 2024.
Meski demikian, sampai akhir 2023 ini Pemkot Semarang menargetkan penurunan stunting mencapai 50 persen. Sehingga pada 2024 nanti beberapa kasus stunting yang masih ada bisa cepat diselesaikan.
“Dari 10,4 persen, target kita tahun ini turun 5 persen. Dan nanti di 2024 mudah-mudahan bisa zero stunting. Tahun ini dari data survey itu sepertinya di awal tahun akan disampaikan oleh Kementerian Kesehatan tapi mudah-mudahan target kita di angka 5 persen bisa tercapai. Kalau keseluruhan bulan September 2023 ada 938 balita (stunting) dari sebelumnya bulan Agustus 2023 ada 1.022,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam.
Lebih lanjut, Hakam menjelaskan jika beberapa upaya untuk menuntaskan stunting terus dilakukan. Seperti program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan Daycare yang rencananya dibangun di sejumlah wilayah.
Di tahun 2023, pemberian PMT melalui dana APBN Rp 3 miliar telah digunakan selama 3 bulan, dan tambahan di anggaran perubahan 2023 ini Dinkes mendapat tambahan Rp 3 miliar lagi yang diberikan hingga akhir tahun
Untuk Daycare yang masuk dalam program penanganan stunting, dari empat tempat yang tersebar di Semarang Barat, Semarang Utara, Tembalang, dan Gunungpati, nantinya pada penganggaran berikutnya sudah siapkan empat tempat lagi di Semarang Timur, Pedurungan, Semarang Selatan, dan Ngaliyan.
Menurut Hakam, program Daycare ini bisa menjadi pemicu yang kuat penurunan angka stunting di Kota Semarang. Sebab, Pemkot Semarang secara langsung bisa memantau dan mengawasi tumbuh kembang anak.
“Yang paling paling berdampak justru Daycare, karena kegiatannya juga ada PMT. Diberi makan, kemudian diberi kelas PAUD diajak nyanyi diajak tumbuh kembang. Kemudian habis makan siang diajak main game setelah pukul 15.00 dimandikan kemudian minum susu. Sehingga satu hari itu kita berikan 1.450 kalori kepada anak tersebut. Itu yang kemudian bisa mendorong untuk penurunan angka stunting dibanding PMT yang kita berikan ke rumah-rumah,” katanya.
Sebagai catatan, menurut data terakhir, saat ini di Kota Semarang tinggal sekitar 900-an anak stunting dan 800-an ibu hamil yang mengalami anemia, sehingga perlu mendapatkan pendampingan dan intervensi di masing-masing wilayah.
Sedangkan hal yang terpenting yang harus dilakukan saat ini dalam penanganan stunting makanan dan kesehatan. Sedangkan pola asuh belum banyak disentuh, sehingga Daycare dan juga Rumah Pelita menjadi contoh praktis bagaimana perhatian dalam pembangunan non material, termasuk pula perhatian atas sanitasi dasar yang dinilai memiliki pengaruh dalam upaya penanganan stunting.
Hery Priyono