blank
Ilustrasi prakiraan cuaca. Foto: Dok/Pixabay

“Oleh institusi non pemerintah, data global tersebut selanjutnya diolah, dimodelkan, dan “didownscale” guna menghasilkan prakiraan cuaca di kota-kota atau di berbagai daerah di Indonesia. Terbatasnya data tersebut tentu saja tidak mampu merepresentasikan kondisi cuaca dan iklim di seluruh wilayah Indonesia,” tambah Guswanto.

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani menyebut, BMKG memiliki ribuan titik observasi yang diperlukan untuk asimilasi dan validasi model Prakiraan Cuaca di seluruh wilayah Indonesia. Data tersebut kemudian diolah oleh para pemantau (observer) dan Prakirawan (forcaster) sebelum akhirnya disebarluaskan secara resmi oleh BMKG melalui berbagai kanal komunikasi yang dimiliki, salah satunya melalui aplikasi smartphone bernama infoBMKG. BMKG sendiri memiliki fasilitas observasi cuaca dan iklim dengan berbagai sistem dan peralatan cuaca, antara lain puluhan radar cuaca dan ribuan peralatan operasional, yang dilengkapi sistem komputasi dengan “High Performance Computer”.

“Karena ditanggung pemerintah, kami mampu untuk menyediakan sistem dan peralatan tersebut, juga mengoperasikan dan memeliharanya. Sebaliknya, institusi non pemerintah tersebut, mungkin tidak mempunyai kapasitas untuk memasang ratusan peralatan dengan sistem processing yang telah diset-up khusus sesuai dengan keunikan dinamika cuaca di wilayah Indonesia,” paparnya.

Andri menerangkan, metode pemodelan untuk prakiraan cuaca yang dilakukan BMKG adalah dengan mengintegrasikan data dari ratusan titik-titik observasi, ke dalam pemodelan matematis. Meski metode tersebut hampir sama dengan metoda yang diterapkan oleh institusi lainnya, namun dari segi data, BMKG memiliki data yang lebih lengkap untuk mengasimilasi atau memvalidasi model prakiraan cuaca.

Ning S