Ilustrasi. Reka: Widiyartono R

Oleh Kandida

DALAM pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut merupakan kompetensi bahasa yang harus dimiliki oleh setiap siswa.

Salah satu keterampilan yang harus dikuasai siswa yaitu keterampilan membaca sastra. Melalui kegiatan membaca sastra, pembaca dapat menikmati, menghayati, menghargai dan memahami unsur-unsur yang terdapat dalam karya tersebut.

Salah satu diantara sekian banyak karya sastra yang populer dan dipelajari siswa adalah cerita pendek (cerpen). Cerpen merupakan pengungkapan suatu kesan yang hidup dari fragmen kehidupan manusia dengan berbagai unsur intrinsik pembangunnya.

Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya, sehingga nampak seolah-olah nyata dan terjadi. Unsur intrinsik sebuah cerpen adalah unsur yang secara langsung membangun sebuah cerita.

Unsur intrinsik dalam cerpen memuat tentang tema, alur, tokoh, latar/setting, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Keterpaduan berbagai unsur intrinsik ini akan menjadikan sebuah cerpen yang sangat bagus. Pembelajaran sastra, khususnya terkait menganalisis unsur intrinsik cerpen sangat penting untuk diterapkan pada siswa jenjang SMA kelas XI.

Namun pada kenyataannya, banyak siswa yang belum mampu untuk menganalisis unsur intrinsik pada cerpen. Hal serupa dialami juga oleh siswa kelas XI SMA Negeri 10 Semarang. Hal ini dibuktikan dari hasil belajar yang masih rendah dan sebagian besar siswa belum mencapai nilai KKM.

Ketidakmampuan siswa dalam menentukan unsur-unsur intrinsik cerpen disebabkan oleh ketidaksesuaian model atau pendekatan pembelajaran yang dipilih. Kondisi ini dilihat pada proses pelaksanaan pembelajaran guru masih mendominasi dan mengandalkan metode ceramah. Guru juga belum melibatkan siswa secara aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan masih hanya sebatas transfer pengetahuan.

Oleh karena itu penulis sebagai guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 10 Semarang mencoba memperbaiki kondisi tersebut melalui penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW). Think Talk Write (TTW) adalah model pembelajaran yang dilakukan untuk melatih siswa memgembangkan pola fikir dalam menghadapi suatu permasalahan, melatih mengemukakan pendapat/berbicara dan mengembangkannya dalam bentuk tulisan.

Think Talk Write (TTW) ini dapat menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi antar siswa (Yamin dan Ansari, 2008).  Strateginya adalah pembelajaran yang dimulai dengan berfikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi dan alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi dan laporan (Hamdayana Jumanta, 2014).

Langkah pertama yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah menampilkan cerpen yang disajikan dalam bentuk video, kemudian para siswa mengamati video tersebut. Pada aktivitas Think, salah satu siswa diminta membacakan kembali cerpen, guru kemudian memberikan pertanyaan terkait unsur pembangun cerpen tersebut untuk melatih daya nalar dan berpikir menemukan jawaban dari suatu permasalahan.

Pada tahap Talk, guru memulainya dengan membagikan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) terkait materi unsur intrinsik pembangun cerpen, kemudian siswa berdiskusi dan berkomunikasi secara lisan dengan bahasa yang mudah mereka pahami dalam kelompoknya.

Tahap terakhir yaitu Write, masing-masing kelompok kemudian menuliskan hasil diskusinya pada LKPD dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru. Presentasi di depan kelas kemudian dilakukan oleh perwakilan tiap kelompok secara bergantian.

Aktivitas ini adalah dalam upaya mengkonstruksi ide/gagasan dari berbagai sumber dan hasil diskusi kemudian mengungkapkannya dalam bentuk tulisan. Tahap terakhir setelah selesai menuliskan pendapat adalah dengan mempresentasikan di forum diskusi dan dilanjutkan sesi tanya jawab untuk mendapatkan tanggapan dari kelompok lainnya.

Melalui penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) terlihat aktivitas bermakna yang terjadi selama pembelajaran Bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 10 Semarang materi unsur intrinsik cerpen.

Keterlibatan siswa sangat terlihat jelas dalam proses berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, siswa berlatih bebicara dan membagi ide/gagasan yang diperoleh dengan temannya kemudian menuliskan hasil diskusinya pada LKPD.

Kandida, S.Pd., M.Pd., Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, SMA Negeri 10 Semarang