Oleh Tegoeh Tri Adijanto
INGAR- bingar Pemilu tahun 2024 sudah mulai menghangat. Berbagai tempelan gambar serta alat sosialisasi lain sudah bertaburan di berbagai kawasan. Bahkan ada pula perilaku kurang terpuji yang saling mengganggu, yang tak urung ada yang mulai masuk ke ranah hukum.
Bila dicermati, memang terkesan pemilu legislatif ini masih terkesan kurang bergaung, utamanya bila dibanding pemilu presiden dan wakilnya yang bahkan mulai cukup panas, utamanya di jagat maya.
Namun, bagi para calon anggota legislatif, utamanya di tingkat kota dan kabupaten, setidaknya dengan telah dirilisnya Daftar Calon Sementara (DCS), mereka sebenarnya juga sudah mempersiapkan diri dengan dengan kesungguhan upaya.
Bagi calon legislatif, justru sebenarnya punya tugas ganda. Selain menyosialisasikan dirinya serta partainya, tentu juga mendukung (support) kegiatan partai beserta koalisinya dalam memenangkan calon presiden dan wakilnya.
Meski untuk tugas besar yang kedua tersebut sudah ada tim pemenangan baik di tingkat nasional hingga daerah, namun sekecil apa pun aktivitas konkret perlu juga dilakukan.
Karena itu, sembari melaksanakan tugas besarnya itu, yang perlu direnungkan adalah bagaimana sebaiknya menyosialisasikan dirinya sebagai caleg, setidaknya agar calon pemilih mengenalnya, memedulikannya, serta syukur mereka akan memberikan suara kepadanya?. Perlukah seorang caleg membentuk tim sukses, karena terkait dengan itu tentu diperlukan dukungan moral serta finansial?
Keakraban dan Daya Jangkau
Bagi caleg di kota atau kabupaten, berdasar luas daerah pemilihan (dapil), barangkali menjangkau calon pemilihnya secara langsung, perlu diupayakan semaksimal mungkin. Tujuannya, tentu tunjuk muka sekaligus memperkenalkan secara langsung caleg yang bersangkutan, termasuk meyakinkannya melalui performance serta cara dan gaya komunikasinya dengan semenarik mungkin.
Bagi caleg petahana, biasanya mereka cukup terbantu oleh aktivitasnya selama lima tahun, karena yang ideal seharusnya mereka telah merawat konsituennya dengan baik.
Namun, bagi caleg baru, mencitrakan diri secara positif itu tentu harus dimulai dengan menumbuhkan citra melalui perkenalan dan menjalin komunikasi secara intens. Upaya ini perlu terus dilakukan, hingga yang mengenal serta bersimpati kepadanya makin berkembang, hingga bila akhirnya terpilih kelak, menjaga komunikasi serta melayani konsituennya harus terus dilakukan.
Baik caleg petahana maupun caleg baru tampaknya masih banyak yang lebih mengedepankan tim sukses sebagai garda terdepan dalam komunikasi dengan rakyat terkait upaya mendulang sebanyak mungkin suara dukungan.
Padahal nantinya merekalah yang harus setiap saat, satiap waktu, di mana pun dan dengan siapa pun yang harus siap berkomunikasi sebagai keterwakilan dari rakyat.
Menuju wakil rakyat tanpa tim sukses, melatih mata, mulut dan hati caleg menjadi lebih tajam dalam menyerap aspirasi, dan tangguh dalam memperjuangkannya serta teguh dalam menjaga integritas dan pendiriannya
Tim Sukses
Yang sering menjadi pertanyaan lain adalah apakah tim sukses itu diperlukan? Jawabannya adalah situasional. Bila jangkauan dan waktunya terbatas, mungkin mencari teman untuk memperluas jangkauan komunikasinya perlu. Namun, perlu pula dipilih mereka yang sosoknya kredibel serta memiliki kemampuan yang memadai.
Timses harus mempunyai kemampuan mengembangkan jejaring, serta mengembangkan komunikasi sesuaikan dengan kondisi, budaya dan kebiasaan masyarakat setempat yang mereka hadapi, sehingga bisa meyakinkan masyarakat yang mereka temui.
Namun, bila hanya menjangkau daerah pemilihan di kota atau kabupaten, komunikasi antar pribadi sebaiknya diupayakan secara maksimal. Melalui cara tersebut secara lebih terbuka serta meyakinkan sang caleg akan lebih mudah diterima, setidaknya aspek kesungguhan lebih tampak nyata.
Selain itu, dengan teknologi informasi seorang caleg bisa berkomunikasi sekaligus menjaring aspirasi. Yang paling sederhana bila diijinkan calon pemilih dengan grup WA, Facebook, Instagram, dsb.
Melalui cara itu efisiensi waktu serta daya jangkau lebih bisa diefisienkan. Catatannya, karena medsos itu adalah media massa yang jangkauannya luas, yang perlu dilakukan adalah menggunakan bahasa yang sopan, persuasif, namun tetap menarik dan informatif.
Dengan menggabungkan komunikasi antarpribadi dengan komunikasi medsos tersebut, diharapkan calon pemilih akan makin mengenalnya, memahami kesungguhan, kapasitas serta kapabilitasnya, sehingga akhirnya mereka akan memilihnya.
Kelemahan Tim sukses bagi calon legislatif, tidak dapat diharapkan untuk bisa tangguh dalam memperjuangkan, karena tidak sepenuhnya mereka mewakili apa yang diperjuangkan sehingga mudah patah arang ditengah jalan, demikian juga semangat yang akan diperjuangkan juga berbeda, karena tidak sepenuhnya muncul dari hati terdalam atau niat yang sama.
Sehingga sebagai pengamat, maupun penggiat organisasi masyarakat yang selalu berdampingan dengan kelompok-kelompok kegiatan yang ada di Masyarakat, merasakan bahwa Wakil Rakyat tanpa Tim Sukses lebih memberikan peluang dalam komunikasi dengan hati. Dan komunikasi dengan hati meminimalisir politik uang dalam Pemilihan Legislatif.
Penulis,
Ir. Tegoeh Tri Adijanto, MM, Penggiat Organisasi Sosial Kemasyarakatan