Penulis buku, Maria Fauzi menyampaikan materi dalam Diskusi Kesantunan Berbahasa di Media Sosial. Foto: Ning S

Dalam kegiatan diskusi yang menggandeng kaum milenial yakni para mahasiswa dan pelajar SMA/SMK ini menghadirkan 4 narasumber, yakni, seorang penulis buku, Maria Fauzi, Redaktur Suara Merdeka, Gunawan Permadi, Dosen FH Undip, Prof. Dr. Pujiono dan Dosen Unnes, Rahmat Petuguran

Pada kesempatan ini Gunawan Permadi menyampaikan perlunya kembali membangun kebiasaan membaca. Bahwa membangun literasi itu tidak hanya terbatas digital, akan tetapi juga kembali pada pengalaman-pengalaman membaca secara fisik, baik koran, buku, atau pun majalah. Karena sentuhan fisik memberikan pengalaman yang berbeda.

“Bukan berarti kita kembali ke masa lalu, tetapi supaya pengalaman kita menjadi lebih lengkap. Anak-anak sekarang karena mereka lahir di jaman digital kurang mengalami kelengkapan itu. Sentuhan fisik itu tak tergantikan,” ujarnya.

Terkait kesantunan kaum milenial, Gunawan mengatakan, karena kurang mengembangkan komunikasi yang berbasis apresiasi dan empati, ini yang perlu dibangun. “Jika itu sudah bisa diselesaikan, saya kira kita tak perlu khawatir untuk masalah kesantunan berbahasa di media sosial,” tuturnya.

“Memang situasinya darurat, melihat kosa kata di media sosial yang bertebaran memakai kata-kata dalam kategori makian. Ini menjadi persoalan besar. Salah satu solusinya ya harus membangun komunikasi yang empatyi,” tandasnya.

Sementara itu Maria Fauzi menambahkan, terkait literasi tak hanya baca tulis saja, tetapi secara umum bersinggungan dengan lingkungan baru, pengetahuan, tradisi dan budaya, termasuk membaca.

“Dari situ akan terbentuk perilaku sikap yang sifatnya terbuka. Artinya itu menjadi sebuah basic anak-anak muda untuk terjun ke dunia, dia punya pegangan agar mereka tidak mudah terpapar informasi-informasi yang tak bertanggung jawab, dan mereka bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan dalam aktifitas digital,” jelas Maria.

“Kesantunan mereka di media sosial, justru mereka punya benteng keamanan, mereka tahu betul bahwa ada risiko ketika mereka menyuarakan atau bersikap tidak santun, mereka tahu ada hukum di situ,: imbuhnya.

“Saya rasa kalau anak-anak muda ini dibina, kita beri jalan-jalannya dan kita memberikan informasi, mereka akan tahu bagaimana harus bersikap,” pungkasnya.

Ning S