Oleh : M. Dalhar
Peringatan hari Pramuka dirayakan dengan gegap gempita di berbagai tingkatan lembaga pendidikan. Keramaian juga tampak dalam media sosial. Banyak orang yang memberikan ucapan hari lahir Pramuka.
Dari fenomena tersebut tampak bahwa banyak orang yang menempuh pendidikan formal, sedikit atau banyak pernah ber-Pramuka. Mulai dari sekadar memakai atributnya, menghafal dasadarma, berkemah, atau sampai menjadi pengurus struktur kepramukaan dalam tingkatan tertentu. Meskipun Pramuka bukan terbatas pada lingkungan pendidikan, tetapi ia tumbuh subur dan berkembang di ruang pendidikan formal.
Tahun ini, Gerakan Pramuka Indonesia memperingati ulang tahun ke-62. Meskipun memiliki rekam jejak yang panjang, sejak era kolonialisme, namun pemerintah menetapkan tanggal 14 Agustus 1961 sebagai hari lahirnya. Tema yang diusung adalah “Sumber Daya Manusia yang Profesional dan Proposional.”
Pramuka yang merupakan kependekan dari Praja Muda Karana merupakan sebuah organisasi non-formal kepanduan yang diberikan kepada para remaja untuk meningkatkan kapasistas diri dalam berbagai hal. Keterampilan, kepemimpinan, sosial, loyalitas, dan masih banyak lainnya. Pramuka memberikan banyak manfaat dalam proses pembelajaran dan kehidupan nyata.
Di lembaga pendidikan, Pramuka memiliki sejumlah struktur tingkatan: Siaga, Penggalang, Penegak, dan Pandega. Struktur organisasi ini terdiri mulai dari Gugusdepan (Gudep) sampai tingkat nasional. Dalam setiap lima tahun sekali juga digelar Musyawarah Nasional atau Munas Pramuka.
Pramuka identik dengan kegiatan bersama dengan alam. Seiring berjalannya waktu, barangkali ada beberapa penyesuaian dengan perkembangan zaman. Terakhir penulis berkegiatan aktif dalam Pramuka belasan tahun silam dengan melakukan kemah bhakti di Desa Tempur, Keling, Jepara saat di bangku Madrasah Aliyah, setiingkat SMA.
Kegiatan pramuka menarik, menantang, dan penuh dengan keseruan. Hal tersebut tampak ketika kegiatan perkemahan dilakukan. Latihan rutin yang dilakukan di sekolah dengan belajar latihan baris-berbaris (LBB), perlombaan, sandi balok, tali-temali, menaksir pohon, yel-yel, dan masih banyak lainnya.
Sepengetahuan penulis, nilai dasar dalam Pramuka, yaitu Dasadarma masih belum banyak tersentuh. Sepuluh nilai ini tampaknya masih sebatas pengetahuan dan hafalan untuk ujian. Belum sampai pada aksi nyata dalam keseharian.
Menurut penulis, implementasi sepuluh nilai dalam Dasadarma menjadi hal yang perlu dilakukan seiring dengan tantangan zaman yang semakin kompleks. Misalnya adalah nilai “Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia.” Bagaimana nilai tersebut sekarang nasibnya. Pencemaran terjadi, bukan hanya diperkotaan, tetapi juga di kawasan pedesaan. Membuang sampah sembarangan menjadi buktinya. Tidak jarang juga ditemui seseorang yang masih berseragam Pramuka lengkap membuang sampah sembarangan. Tidak disiplin, dan lain sebagainya.
Dengan berpramuka tentu tidak menjadikan seseorang lantas menjadi sosok yang ideal sebagaimana Dasadarma, bukan.
Dibutuhkan proses panjang untuk mengimplemantasikannya. Minimal dengan adanya kesadaran ini, kegiatan Pramuka bukan sekadar sesuatu yang bersifat atributif atau pelengkap yang tampak, tetapi juga perlu sedikit digeser untuk penguatan implementasi Dasadarma. Dengan implementasi Dasadarma ini, tujuan menjadi SDM yang profesional dan proposional dapat terwujud.
Dengan adanya latihan terus-menerus, artinya kebiasaan akan menjadi kepribadian. Maknanya, tanpa berpakaian Pramuka lengkap pun, nilai-nilai Dasadarama tetap akan dilakukan dimana pun berada. Selamat Hari Pramuka…
Penulis adalah Ketua Forum Pemuda Pelestari Budaya dan Sejarah Jepara