blank
Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Subagio didampingi Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Stevanus Satake Bayu dalam ungkap kasus peredaran handphone ilegal. Foto: Ning S

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Ditreskrimsus Polda Jateng berhasil mengungkap tindak pidana perlindungan konsumen (telekomunikasi) di wilayah Kabupaten Demak dan Kota Semarang.

Awalnya petugas Ditreskrimsus menemukan adanya counter Handphone di Kabupaten Demak bernama MC yang tidak memenuhi standar persyaratan teknis, yaitu tidak menempelkan label SDPPI (Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika) dari Kemenkominfo RI pada perangkat handphone, yang berjumlah 36 unit.

Dari pengembangan tersebut, penyidik juga mendapati counter Handphone lain (toko HS) di wilayah Semarang yang juga menjual Handphone tidak terdapat label SDPPI (137 unit).

“Modusnya adalah tersangka membeli handphone dari berbagai merek dan type melalui online yang diduga merupakan barang BM (Black Market). Kemudian dijual di counter milik tersangka baik secara online maupun dijual langsung,” ungkap Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Subagio di Lobi Ditreskrimsus Polda Jateng, Kamis (20/7/2023).

Dalam menjalankan aksinya tersangka menjual Handphone ilegal dengan menawarkan garansi selama satu bulan, dan terkait dengan device (perangkat) apabila lewat 1 bulan garansi tidak berlaku.

Disampaikan, Handphone baru yang dijual tersangka adalah Handphone keluaran lama yang sudah tidak diproduksi lagi oleh pabrik Handphone. Handphone tidak dilengkapi dengan sertifikat SDPPI tersebut dibelinya dengan harga dari Rp 300 ribu hingga Rp1,3 juta.

“Lalu Handphone tersebut dijual dengan harga bervariasi tergantung merek dan tahun keluaran, yaitu antara Rp 700 ribu hingga Rp 1,5 juta,” jelasnya.

Menurut keterangan tersangka, MI (Demak) sudah memperdagangkan Handphone ilegal tersebut selama 6 bulan (sejak Desember 2022). Sedangkan tersangka IMB dari  Semarang sudah memperdagangkan Handphone tersebut selama 5 bulan (akhir bulan Februari 2023).

“Omset penjualan handphone tersebut dalam satu bulan kurang lebih sekitar Rp 108 juta per bulan, dan keuntungan yang diperoleh dari penjualan handphone tersebut sekitar Rp 15 juta per bulan,” tukasnya.

Menurut tersangka, harga Handphone baru yang tidak dilengkapi dengan label SDPPI harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan handphone baru yang resmi yang memiliki label SDPPI.