SEMARANG (SUARABARU.ID)– Dengan nilai ujian terbuka 86,87 (A) dan IPK 4, Rudy Heryadi ST MSi, akhirnya dinyatakan lulus dengan predikat Cumlaude. Hasil itu dia dapat, dalam Ujian Terbuka Program Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL), yang dilaksanakan di Teater Thomas Aquinas Lantai 3, Soegijapranata Catholic University (SCU), Kampus Bendan, Semarang, Selasa (11/7/2023).
Rudy sendiri merupakan mahasiswa program Doktor dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Lingkungan (FITL) SCU. Topik yang diambil dalam ujian terbuka itu yakni, Model dan Perumusan Penilaian Keberlanjutan Bio-Dimethyl Ether Berbahan Baku Limbah Kelapa Sawit (Tandan Kosong Kelapa Sawit/TKKS).
Lima penguji hadir memberikan penilaiannya, terhadap materi yang disampaikan di hadapan beberapa dosen dan mahasiswa yang menghadiri acara itu. Lima pengujinya yakni, Dr Ferdinandus Hindiarto SPsi MSi (Ketua Penguji/Rektor SCU), Dr Ir Florentinus Budi Setiawan MT (Sekretaris Penguji), Dr V Kristina Ananingsih ST MSc (Penguji Internal).
BACA JUGA: TMMD Wujud Sinergi Merawat Kegotongroyongan
Lalu ada dua Penguji Eksternal, Dr Ir Djoko Suwarno HS MSi dan Dr Arman Omar Moeis ST MSc (Universitas Indonesia). Dua promotor yang mendampingi Rudy Heryadi adalah Prof Dr Ir Budi Widiarnako MSc (Promotor) dan Dr A Ika Rahutami SE MSi (Co Promotor).
Dalam paparannya Rudi menyampaikan, tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan biomassa limbah kelapa sawit yang melimpah. Limbah itu ternyata mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan biofuel, melalui proses gasifikasi.
”Selama ini, pemanfaatan TKKS kebanyakan digunakan sebagai mulsa dan pupuk saja. Salah satu biofuel yang dapat dikembangkan dengan menggunakan TKKS sebagai bahan bakunya adalah, Dimethyl Ether (DmE), yang dikategorikan sebagai biofuel, yang multi source dan multi purpose,” jelas dia di hadapan para pengujinya.
BACA JUGA: Klub Sepatu Roda Antz Tegal Sabet 4 Emas di Cirebon Skate Open
Menurutnya, DmE dapat dibuat dengan bahan baku gas alam, batubara, dan biomassa. DmE disebut juga sebagai multipurpose fuel, karena dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti LPG dan solar, karena kemiripan beberapa karakteristiknya.
DmE juga dapat menggantikan LPG, dan mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG. Selain untuk substitusi LPG, pada sektor transportasi kebutuhan untuk bahan bakar alternatif guna menggantikan solar, juga dapat dipenuhi oleh DmE.
”Pada saat ini, upaya yang sudah dilakukan pemerintah untuk mengurangi impor adalah, dengan rencana hilirisasi batubara menjadi DmE. Hilirisasi batubara menjadi DmE juga dapat mengurangi beban impor LPG,” imbuhnya.
Diuraikan juga, permasalahan lain dari sisi lingkungan adalah, emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dihasilkan lebih tinggi, jika dibandingkan dengan LPG maupun solar yang dapat digantikan. Termasuk lebih tinggi dari DmE yang berbahan baku TKKS/biomassa.
Selain aspek lingkungan yang perlu diperhatikan, pemanfaatan DmE juga harus memperhatikan aspek kelayakan secara ekonomi, agar pengembangan DME dapat dilaksanakan sampai kepada tahapan komersial.
”Kami berharap, dengan pemanfaatan limbah kelapa sawit, keamanan pasokan bahan bakar dapat ditingkatkan. Beban keuangan negara yang terpakai untuk impor bahan bakar fosil dapat dikurangi, dan adanya efisiensi dalam pembangunan pertanian dan pedesaan,” papar dia lebih lanjut.
Dukungan maupun insentif dari pemerintah, seperti penataan kelembagaan yang tepat dengan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, sangat diperlukan.
Insentif yang bisa diberikan adalah pinjaman dengan bunga yang sangat rendah, serta adanya insentif dari pemerintah untuk penelitian dan pengembangan DmE, melalui pendirian pabrik skala kecil untuk tujuan penelitian dan demonstrasi.
Penelitian ini bermanfaat, dalam menentukan peruntukkan jenis biofuel yang multiresource dan multipurpose, dalam menggantikan bahan bakar berbasis fosil.
Riyan