Meskipun musiknya keroncong, tetapi tetap bisa goyang: Ikan di Dalam Kolam. Foto: Widiyartono R.

MUSIK keroncong memang bukan jenis musik popular. Tetapi jenis musik ini punya penggemar yang khas. Dalam citranya, biasanya musik keroncong dihubungkan dengan orang tua bahkan kakek-kakek. Benarkah itu?

Bisa dibilang iya, meskipun tidak sepenuhnya benar. Penggemar keroncong di Kota Semarang sangat beragam, ada yang senior usianya sudah di atas 70 tahun, tetapi ada juga yang di kisaran 30-40 tahunan. Bahkan kemudian ada juga kelompok keroncong anak-anak.

Inilah bagian dari kekayaan yang dimiliki Kota Semarang. Setiyanto, pemusik yang menggeluti dunia keroncong pun kemudian bersama kawan-kawannya mendirikian komunitas Waroeng Keroncong pada tahun 2008.

Komunitas ini tak hanya sekadar nama, kegiatannya rutin dilakukan sejak 15 tahun yang lalu. Setiap Rabu malam, komunitas ini manggung dengan kelompok yang bergantian. Tempat berpindah-pindah tetapi pasti.

Tempat manggung itu pasti berurutan tiap Rabu malam, di Taman Indonesia Kaya dekat kantor Gubernur, Taman Kedondong Lamper Tengah, Taman Nada Brumbungan, kemudian Taman Srigunting di Kawasan Kota Lama.

Pergelaran rutin Rabu malam yang digelar Waroeng Keroncong ini bukan sekadar pentas klangenan. Tetapi ini merupakan sebuah Upaya pelestarian, pengembangan, sekaligus sosialisasi musik keroncong.

Pergelaran ini juga menjadi atraksi wisata yang menarik. Para wisatawan yang sedang berkunjung di Kota Lama, bisa menikmati suguhan music asli Indonesia ini. “Bahkan siapa pun bpleh ikut bernyanyi. Lagunya juga tidak harus keroncong. Bisa lagu pop, campur sari, lagu-lagu ambyar, bahkan lagu Barat diiringi music keroncong,” kata Setiyanto.

Maka, meskipun pentas music kerooncong, pengunjung dan penyanyi bisa bergoyang bersama. Apalagi ketika lagu-lagu Didi Kempot ditampilkan. Sesedih apa pun lagu Didi Kempot, bisa buat bergoyang. Apalagi lagu-lagu dangdut.

“Komunitas kami siap mengiringi lagu apa saja, tergantung permintaan penyanyi,” ujar Setiyanto.

Kemah Keroncong

Pentas komunitas Waroeng Keroncong ini yang rutin setiap Rabu malam di Semarang bisa menjadi atraksi wisata. Dan, atraksi ini juga sekaligus untuk berwisata dan mengisi acara di destinasi wisata.

Seperti yang berlangsung tanggal 23-24 Juni 2023 lalu. Komunitas keroncong melakukan kunjungan wisata ke Umbul Sido Mukti, Bandungan, Kabupaten Semarang.

Rombongan yang berjumlah sekitar 50 orang itu berkemah di Kawasan Umbul Sido Mukti, di lereng Gunung Ungaran. Ya, Namanya saja pemusik keroncong. Mereka tak sekadar piknik. Konser pun digelar di depan tenda-tenda.

“Ini merupakan refreshing anggota, sambil berwisata, kami juga tampil. Karena juga banyak yang berkemah di sini, dan anak-anak muda, maka sekaligus kemah wisata keroncong ini jadi sarana sosialisasi keroncong pada anak-anak muda,” ujar Setiyanto.

Para penyanyi pun tampil seperti tokoh keroncong senior Kartiman Londo, Atun Tyas yang usianya sudah 70 tahun lebih. Kemudian vokalis keroncong Doso, pensiunan BRI yang aktif dalam komunitas ini.

Bahkan, seorang penyanyi keroncong dari Temanggung, Yuyun datang dan mendendangkan lagu-lagunya dari sore, malam hingga pagi. Kemudian dari komunitas Waroeng Keroncong sendiri tak kurang-kurang penyanyi maupun pemain musiknya.

Selain sebagai vokalis, mereka juga capak memainkan instrumen, seperti misalnya Igus Jariyanto yang bvelum lama pension dari Dinas Pendidikan Kota Semarang. Dia cakap bermain cuk, cak, cello, dan instrument lainnya.

Kmunitas Waroeng Keroncong sedang tanmpil di Taman Indonesia Kaya Semarang. Foto: Dok Igus Jariyanto

Juga tampak dalam kemah wisata keroncong itu, Handono, dedengkot band kondang Semarang, Nayaka. Permainan basnya menggetarkan jiwa. Bahkan, meskipun mereka bukan satu grup, tetapi bisa langsung main dan kompak.

Pemusik dan penyanyi muda pun tampil. Maka, benarlah, keroncong bukan cuma milik orang tua. Terlebih lagi ketika para mahasiswa yang sedang berkemah pun kemudian ikut bergabung dan bernyanyi.

Dan, hari Jumat 7 Juli 2023 malam, Waroeng Keroncong kembali melakukan muhibah, perjalanan wisata keroncong ke Logereng, Cepokosawit, Sawit, Boyolali. Kanjeng Doso, pemilik resto Niti Rasa menjadi tuan rumah muhibah Waroeng Keroncong ini.

Waroeng Keroncong benar-benar komunitas dengan militansi luar biasa. Waroeng Keroncong benar-benar kekayaan wisata budaya Kota Semarang. Tak hanya bermain di kendang sendiri, Waroeng Keroncong juga pentas ke mana-mana. Selain untuki melestarikan, mengembangkan, dan menyosialisasikan music keroncong, sekaligus menjadi sarana promosi pariwisata Kota Semarang.

Widiyartono R