Saya termasuk yang singgah di berbagai sekolah, maka ajakan reuni ini muncul dari berbagai sisi. Semasa SD saja saya pernah di SD ndesa di Soropadan, Pringsurat, Temanggung. Kelas 4 pindah ke SD Kristen Wonosobo sampai lulus.
Selepas SD Kristen Wonosobo saya masuk SMP Kristen Wonosobo, tetapi hanya sampai satu kuartal saja. Kemudian pindah ke SMP Kristen 1 Magelang sampai lulus. Selepas lulus SMP, balik lagi masuk SMA 1 Wonosobo. Setelah lulus melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra Undip.
Dan, sekarang ini banyak ajakan untuk bereuni bersama teman-teman sekolah dulu. Kalau semuanya mengajak, apalagi waktunya biasanya bersamaan pas liburan, betapa kita harus membagi waktu, dan tidak mungkin bisa menghadiri semuanya.
Reuni pun tidak harus dalam acara yang sepenuhnya reuni. Ketika ada teman mantua tau punya kerja, juga bisa menjadi tempat untuk reuni. Dan, ternyata reuni tidak hanya terjadi karena kita sekolah. Ada reuni eks karyawan perusahaan, eks warga yang tinggal di suatu wilayah yang kemudian sudah saling berpencar, dan reuni-reuni lainnya.
Nostalgia Ternyata Penyakit
Kata nostalgia berasal dari Bahasa Yunani nostos yang berarti “pulang ke rumah” dan algos yang bermakna “sakit”. Kemudian KBBI memaknakan sebagai kerinduan (kadang-kadang berlebihan) pada sesuatu yang sangat jauh letaknya atau yang sudah tidak ada sekarang. Kenangan manis pada masa yang telah lama silam.
Nostalgia juga dimaknakan sebagai kondisi saat seseorang dengan sadar mengalami kembali emosi di masa lalu. Juga dapat disebut sebagai kerinduan pada waktu dan tempat yang bahkan mungkin belum pernah ditemui. Di Prancis, abad ke-19 bahkan nostalgia dimasukkan dalam kategori sebuah penyakit.
Jadi bolehlah kita pahami, bahwa rindu untuk pulang ke rumah dalam Bahasa Inggris disebut home sick”. Kalau diterjemahkan secara hurufiah, saking karena kangen pulang. Nostalgia juga merupakan bentuk sakitnya seseorang pada kenangan masa lalu. Ingin mengenang Kembali, terutama hal-hal yang indah dan mengesankan, yang pernah terjadi sekian tahun lama berlalu.
Untuk “menyembuhkan” sakit rindu itu, bisa diwujudkan dengan bertemu kembali dengan orang-orang yang ada di masa lalu, atau menemu Kembali tempat-tempat yang pernah disinggahi atau ditinggali, bahkan menemu kembali makanan-makanan yang kini sulit dijumpa.
Nah, untuk kerinduan terhadap makanan ini juga ada istilahnya sendiri, yaitu gustatory nostalgia. Orang Wonosobo yang sudah lama meninggalkan kotanya, akan selalu merindukan mi ongklok, gebleg, tempe kemul. Orang Surabaya yang menjadi perantau, akan selalu merindukan rujak cingur, atau perantau asal Pati yang merindu nasi gandul.
Bukan semata makanannya yang dirindukan, tetapi juga tempatnya. Kita bisa menyesali, Ketika warung yang menyediakannya kini sudah berubah bentuk menjadi sangat modern. Sehingga, kita tidak bisa lagi mendapati tempat indah yang pernah kita rasakan dulu.
Ya reuni adalah terapi bagi penyakit bernama nostalgia. Tentu tidak bisa sempurna meyembuhkannya, tetapi setidaknya akan mengurangi rasa sakit rindu yang mendalam itu. Karena mereka yang bertemu dalam reuni bisa menumpahkan isi hati yang tersimpan, setelah sekian lama terpendam karena tiada perjumpaan.
Teknologi media sosial memang sudah cukup membantu, mengurangi sakit rindu itu. Tetapi menjadi sangat berbeda ketika bertemu. Nostalgia masa lalu atau penyakit rindu Kembali ke masa lalu bisa diterapi dalam reuni. Bukan itu saja, bahkan nostalgia gustatory pun bisa melengkapi. Ketika komunitas Wonosobo reuni, bisa tersedia mi ongklok, gebleg, tempe kemul. Atau nasi gandul bagi komunitas Pati Pesantenan.
Selamat bereuni, semoga penyakit bernama nostalgia itu bisa terobati.
Widiyartono R, wartawan suarabaru.id, pemerhati masalah kebudayaan