blank
M. Arif Wahyudin, S.T.

JEPARA (SUARABARU.ID)- Tidak banyak yang tahu, jika pria bertubuh kecil yang oleh teman-temannya sering disapa Arif Pace ini adalah seorang Sarjana Teknik Sipil lulusan UNISNU Jepara. Sebenarnya ia ingin bekerja sesuai bidang keahliannya. Namun takdir membawanya ketugas kemanusiaan. Kendati demikian dengan sepenuh hati Arif menerima panggilan, menolong sesama.

Pria kelahiran Jepara, 20 September 1987 ini memiliki nama lengkap M. Arif Wahyudin, S.T. Sejak tahun 2013 hingga sekarang mengabdikan diri sebagai Tenaga Harian Lepas di Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Entah sampai kapan predikat tenaga harian lepas itu dapat ditingkatkan menjadi ASN atau tenaga P3K, selaras dengan pengabdiannya dalam tugas kemanusiaan ini.

blank
M. Arif Wahyudin, S.T. bersama istri dan anaknya

Arif ditugaskan di seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi. “ Tapi saya sering ditugaskan ke lapangan bilamana membutuhkan tenaga dan ketrampilan saya di bidang pencarian dan pertolongan,” ujar Arif dalam percakapan khusus dengan SUARABARU.ID.

Ayah seorang anak bernama Ayudia Malaika Wahyudin buah cintanya dengan Nurul Latifah Khoiriah, S. Sos ini yang dinikahi tahun 2019 ini, disebut oleh Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Jepara Arwin Noor Isdiyanto sebagai spesialis menolong korban di dalam sumur. “Tugas kemanusiaan ini dijalani dengan ikhlas bersama tim,” ujar Arwin

Pengakuan atas dedikasi Arif Wahyudin juga datang dari Satreskrim Polres Jepara. “Setiap ada penemuan mayat di dalam sumur , mas Arif dengan dedikasinya yang tinggi, sigap dan cepat menjalankan tugasnya, dalam kondisi medan yang sulit sekalipun. Kami sangat terbantu,” ujar KBO Satreskrim, Iptu Tarwidi

blank
Arif Pace saat akan turun kedalam sumur

Sebab pemegang sertifikat Haing Enggle Rescue Tekcnique ( HART ) dan puluhan sertifikat menolong korban ini memang mendidikasikan diri untuk menolong korban yang kejebur sumur, baik karena bunuh diri maupun sebab lain. “Ini tugas kemanusiaan yang diberikan oleh pimpinan,” ujar Arif saat ditanya SUARABARU.ID tentang tugas kesehariannya.

Menurut Arif, untuk pengambilan korban di dalam sumur sudah tidak terhitung berapa jumlahnya, karena sudah banyaknya laka di dalam sumur. Ia hanya ingat dua korban hidup di dalam sumur yang pernah ditolong. “Korban yang meninggal saya tidak ingat lagi,” ujarnya.

blank
M. Arif Wahyudin, S.T. bersama tim

Dilanda Rasa Cemas

Putra pasangan Bapak Muh Zuri dan Munaziatun, seorang petani dari desa Tengguli, Bangsri yang saat ini tinggal di Cepogo Rt 02 Rw 09 Kembang Jepara ini mengaku secara jujur, sering kali dihinggapi rasa cemas saat akan turun kedalam sumur. “Saya sering berfikir tentang istri dan anak ketika akan masuk ke dalam sumur dan sekaligus meminta mereka berdoa untuk saya,” ujarnya pelan.

“Apalagi jika sumur dalam dan sempit. Dalam kondisi seperti itu saya hanya bisa meminta kekuatan dari Allah semoga melindungi saya,” ujar Arif yang mengaku dukungan dari teman-teman satu tim dan suport dari pimpinan serta Kalak BPBD Pak Arwin sangat besar artinya dalam menjalankan tugas kemanusiaan ini, tambahnya

Ayah satu anak ini secara jujur juga mengakui, kendala yang paling sulit ketika berada di dalam sumur adalah ruang sempit dan oksigen yang terbatas. “Karena itu saya berusaha manfaatkan semaksimal mungkin untuk segera melakukan pertolongan. Saya seakan dikejar waktu,” ungkap Arif yang mendapatkan “paraban” Pace dari teman-temannya sejak di M.Ts, karena badannya kecil. Panggilan itu terbawa hingga ia bergabung di BPBD dan usianya menjelang 34 tahun.

blank
M. Arif Wahyudin, S.T. bersama tim

Ia juga mengungkapkan kendala paling sulit saat pengambilan jenazah di dalam sumur dan jenazahnya sudah beberapa hari bahkan satu minggu lebih. “Selain ruang terbatas saya juga di hadapkan dengan bau maupun kondisi fisik korban yang sudah tidak pada kondisi wajar layaknya manusia,” ungkap Arif. Namun saya mencoba untuk menguatkan hati, sebab ini tugas kemanusiaan, tambahnya

Arif juga mengaku sering dilanda kecemasan ketika ada trobel di peralatan, terutama peralatan pernafasan maupun peralatan yang lainnya. “ Juga ketika dinding sumur runtuh ke bawah. Selain itu pernah tiang penyangga untuk saya turun rubuh. Seharusnya saya sudah sampai atas namun ada trobel. Tiba-tiba saya terperosok ke dalam sumur lagi. Sebagai manusia biasa saat seperti itu saya dilanda perasaan cemas dan takut,” ungkapnya. Dalam kondisi seperti ini saya hanya bisa berserah kepada Allah dan teman-teman yang ada di atas yang selama ini mendukung saya dengan tulus.

blank
Arif saat akan turun ke dalam sumur

Arif Pace sosok yang ramah ini tentu berharap, ia memiliki masa depan. Bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk buah hatinya. “ Kami dan istri serta anak sering kali berdoa, semoga kelak terbuka harapan agar dapat memiliki masa depan yang lebih pasti. Entah kapan” ujarnya perlahan. Namun yang utama bagi saya, adalah mendedikasikan diri pada tugas-tugas kemanusiaan, sekuat tenaga dan sepenuh hati, pungkasnya.

Hadepe