blank

Oleh : Try Hutomo

Molornya penetapan Perda Rencana Tata Ruang dan Rencana Tata Wilayah Kabupaten Jepara menimbulkan banyak spekulasi dan dugaan. Ada pertarungan kepentingan para pemangku kepentingan di DPRD Jepara. Bahkan ada yang beranggapan, pesanan yang tidak dapat diakomodir dalam Ranperda tersebut, menjadi penyebab lambatnya pengesahan perda ini.

Padahal Perda tentang RTRW sangat penting untuk menetapkan peruntukan sebuah kawasan untuk aktivitas yang diperbolehkan dan dilarang, termasuk jenis investasi. Dugaan sementara sejumlah pengamat, molornya pembahasan perda ini terkait dengan kontroversi tambak udang Karimunjawa.

Dalam konteks inilah kehadiran undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memiliki makna yang sangat penting dalam proses pembangunan. Sebab UU ini akan mensinergikan konsep pembangunan yang selama ini dilakukan secara parsial dan sektoral.

Disamping itu, UU No.26 Tahun 2007 akan menjadi landasan bagi proses pembangunan dalam segala bidang, dan menjadi pedoman secara holistik pelaksanaan pembangunan yang akan dan sedang dilakukan. Sehingga diharapkan dengan UU Penataan Ruang ini, tumpang tindih (overlapping) antara satu bidang dengan bidang lain dalam pembangunan dapat dihindari.

Dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, materi muatan Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Selain itu, dalam membentuk Peraturan Daerah, daerah juga harus tunduk pada jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan dalam dasar hukum di atas.

Di dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 menyatakan bahwa Peraturan Daerah berfungsi sebagai instrumen kebijakan dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan.

Oleh karena itu, mengingat Peraturan Daerah bidang penataan ruang sebagai prioritas penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka penyusunan Peraturan Daerah ini perlu dilakukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan agar sesuai dengan manfaat dan potensi dari masing-masing wilayah hingga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Mengingat Ranperda RTRW Kabupaten Jepara 2022-2042 telah mendapatkan Persetujuan Subtansi Lintas Sektor Kementerian dengan salah satu pasal yang mengatur Karimunjawa tidak diakomodir dalam Kawasan Perikanan Budi Daya, maka hierarki peraturan perundang-undangan sudah sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut dan UU No.26 Tahun 2007 supaya tidak tejadi tumpang tindih (overlapping) antara satu bidang dengan bidang lain.

Karimunjawa tahun 1982 disetujui sebagai Taman Nasional dan Daerah sesuai Surat Gubernur Jateng No. 556/21378 Tahun 1986. Karimunjawa kemudian ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut, Dengan SK Menhut No. 123/Kpts-II 1986. Selanjutnya tahun 1988 ditetapkan sebagai Taman Nasional, dengan Surat Pernyataan Menhut No.161/Menhut-II/1988, hingga tahun 1999 ditetapkan sebagai Taman Nasional Karimunjawa.

Kemudian Karimunjawa ditetapkan sebagai KSPN (Kawasan Strategi Pariwisata Nasional) dengan PP No. 50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS. Perda Prov Jawa Tengah No 10 Tahun 2012 tentang RIPPARDA Provinsi Jateng, Karimunjawa sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Provinsi (KSPP) Karimunjawa dan Sekitarnya yang berada di wilayah Destinasi Pariwisata Provinsi (DPP) Semarang- Karimunjawa dan sekitarnya.

Sesuai UU RI No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan BAB V Kawasan Strategis pasal 12 (1) Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata, potensi pasar, dan lokasi strategis.

Maka penetapan Karimunjawa sebagai KSPN (Kawasan Strategi Pariwisata Nasional) tentu sudah memperhatikan berbagai aspek tersebut. Diantaranya adalah Karimunjawa memiliki karakteristik istimewa yang hanya ada beberapa tempat di Indonesia, yaitu terdapat 5 potensi alam yang harus dilindungi dalam satu kawasan, terdapat kawasan hutan tropis, kawasan hutan pantai, kawasan hutan bakau, kawasan padang lamun, kawasan terumbu karang.

Proses Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Proses pembentukan Peraturan Daerah bidang penataan ruang dilaksanakan tidak berbeda jauh dengan proses pembentukan Peraturan Daerah lainnya yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang meliputi kegiatan Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan.

Mengacu tahapan perencanaan pembentukan Peraturan Daerah dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang memuat program Pembentukan Program Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota dengan judul Rancangan Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, materi yang diatur dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundangundangan lainnya.

Untuk materi muatan yang diatur dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya dalam suatu Program Pembentukan Peraturan Daerah meliputi latar belakang dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur, dan jangkauan dan arah pengaturan. Materi muatan tersebut tentunya sudah melalui pengkajian dan penyelarasan yang dituangkan dalam Naskah Akademik.

Pengkajian dan penyelarasan dimaksudkan untuk mengetahui keterkaitan materi yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah dengan peraturan perundang-undangan lainnya baik vertikal maupun horizontal sehingga dapat mencegah tumpang tindih pengaturan atau kewenangan.

Sementara dalam penyusunannya sudah disertai dengan Naskah Akademik, penjelasan, atau keterangan yang materinya berasal dari hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut.

Tambak Karimunjawa

Memang beberapa kasus masalah tata ruang yang terjadi di Kabupaten Jepara yang saat ini terjadi diantaranya adalah tambak udang, terdapat beberapa pengusaha/perorangan yang banyak melakukan kegiatan budidaya perikanan tambak udang di KSPN Karimunjawa.

Tambak udang tersebut bahkan tidak sesuai dengan perizinan dan zonasi, tidak sesuai dengan aturan tetapi dilakukan pembiaran bertahun-tahun, yang pada dasarnya bertentangan dengan undang-undang nomor 26 tahun 2007 pasal 37 ayat 7 dan adanya pembuangan limbah tambak yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Dari beberapa permasalah tersebut penegakan hukum yang terjadi di Kabupaten Jepara dalam hal ini mengalami kontradiksi dengan aturan yang sudah ada dan tentu ini merupakan pelanggaran yang nyata.

Sesuai dengan perundang-undangan yang dijelaskan bahwa Pasal 61 UUPR nomor 26 tahun 2007, dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan, memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Berdasarkan penjelasan tersebut jelas bahwa dalam pemanfaatan ruang diatur sedemikian mungkin untuk terjaganya lingkungan yang ada dan tercapainya tujuan dari tata ruang tersebut. Adapun terkait dengan penegakan hukum harus ada efek jera yang mengatur hal tersebut dan dibentuk dan dilaksanakan secara tegas oleh pemerintah dan pemerintah daerah setempat,

Berdasarkan undang-undang dinyatakan secara tegas mengatur sanksi pelanggaran yang ada baik perorangan/badan usaha dalam pemanfaatan ruang, ataupun pejabat yang berwenang dalam memberikan izin tersebut dan dampak dari pelanggaran yang terjadi.

Proses pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jepara 2022-2042 menjadi Perda merupakan kewenangan penuh Pemerintah Daerah. Karena Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Penataan Ruang tidak mengeluarkan rekomendasi lagi setelah Surat Persetujuan Substansi terbit.

Maka produk hukum yang telah melalui tahapan-tahapan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan harus segera disahkan supaya ada kepastian hukum bagi masyarakat, investor dan tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) antar sektor seperti yang terjadi di Karimunjawa Jepara Jawa Tengah.

Sebenaranya telah jelas, Peraturan Daerah tentang RTRW tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta ketertiban umum dimana Karimunjawa telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dengan PP No. 50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS.

Pertanyaannya mengapa demikian lama Perda RTRW ini tidak juga berhasil di tetapkan menjadi Perda oleh DPRD. Atau memang benar spekulasi yang menduga bahwa pesanan agar sebagian ruang di Karimunjawa boleh digunakan bagi usaha tambak udang. Tentu harus kita kawal dan cermati bersama. Sebab tidak boleh segelintir dari anggota legeslatif di Taman Sari merampas hak-hak lingkungan hidup yang lestari anak cucu dan bahkan masa depan warga Karimunjawa.

Penulis adalah Ka.Deperteman Adovokasi Perijinan, Pesisir Laut dan Kehutanan Kawali Jawa Tengah