PURBALINGGA (SUARABARU.ID)– Lantunan tahlil dan doa menggema di Pondok Pesantren Sukawarah Roudlotus Solichin Sholichat, di Desa Kalijaran, Kabupaten Purbalingga, Minggu (12/3/2023). Masyarakat hingga santri, tumpah ruah memadati halaman ponpes, yang didirikan KH Hisyam Abdul Karim.
Kegiatan itu merupakan rangkaian dari Haul Mbah Hisyam Ke-34, sekaligus Haflah Ichtitamiyyah Ponpes Sukawarah Roudlotus Sholichin Sholichat, Kalijaran. Sejak pukul 07.00 WIB, masyarakat dari berbagai daerah, berduyun-duyun berziarah ke makam Mbah Hisyam.
KH Hisyam Abdul Karim merupakan Kakek dari Siti Atikoh, istri Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Mbah Hisyam mendirikan Ponpesnya sejak 1929 silam. Saat ini, ponpes itu diasuh KH Achmad Musta’id Billah, paman dari Siti Atikoh.
BACA JUGA: Mbah Hisyam Sosok Penting bagi Indonesia
Ponpes yang berbasis pengajaran Salafi itu, kini terus berkembang dan memiliki pendidikan formal dengan kurikulum Kemenag. Ratusan santri dari pelosok Jateng bahkan Jawa Timur, saat ini menimba ilmu di Ponpes Kalijaran.
Meninggal dunia pada 12 Januari 1989, keulamaan Mbah Hisyam masih terasa bagi warga Ponpes Kalijaran. Tak terkecuali masyarakat di sekitar Purbalingga, salah satunya Ahmad Sofwan.
”Ini pertama kali. Sebelumnya ke sini Jumat (10/3/2023) malam, untuk ziarah saja,” kata pria berusia 34 tahun itu.
BACA JUGA: Madin Awwaliyah Nahdlatul Fata Petekeyan Luluskan Siswa-siswi Terbanyak di Kecamatan Tahunan
Dari kunjungannya itu, Ahmad merasakan sesuatu yang berbeda. Ada kesejukan dan ketenangan hati saat berziarah di Makam Mbah Hisyam. Hal itu pula yang menggugahnya untuk turut serta dalam kegiatan haul kali ini.
”Pengertian saya dari cerita temen-temen yang santri di sini, beliau Mbah Hisyam kiai yang istimewa,” kata Ahmad.
Sementara bagi Darori, menjadi kebanggaan bisa menjadi bagian dari Ponpes Roudlotus Sholihin Sholichat. Sebab dia merupakan alumni alias pernah nyantri di Ponpes Kalijaran.
”Meskipun saya tidak melihat langsung Mbah Hisyam, tetapi saya banyak mendengar ceritanya. Beliau orang luar biasa,” ujar Darori.
Pria asal Belik, Pemalang itu menambahkan, semangat Mbah Hisyam sebagai ulama untuk mendidik, ditularkan kepada para santrinya. Alhasil, banyak rekan alumninya saat ini juga menjadi pengajar agama di sekolah.
”Yang jelas, beliau ulama besar. Kita santri-santrinya pun senang dengan acara haul. Selain silaturahmi, kita merasa bisa mengenang lagi masa-masa belajar di sini,” imbuhnya.
BACA JUGA: Unissula Laksanakan Tes Calon Mahasiswa Kedokteran 26 Maret Mendatang
Sementara itu, Ulil Abshar Abdala atau Gus Ulil, dalam kesempatan itu mengaku senang, bisa hadir di acara ini. Dia mewakili PBNU, menyampaikan apresiasinya, karena keturunan Mbah Hisyam merawat tradisi dan sejarah.
”Saya sungguh merasa bahagia, bisa hadir di majelis ini. Saya ingin sampaikan salam dari Ketua Umum PBNU, Kiai Yahya Cholil Staquf, untuk panjenengan semua. Kiai Yahya ingin sekali datang di majelis ini, karena menurut cerita Kiai Musta’id, mbahnya, yaitu Bisri Mustofa itu, kenal baik dengan Kiai Hisyam,” tutur Ulil.
Putra menantu dari Gus Mus atau KH Mustofa Bisri itu juga menyampaikan, acara haul ini adalah tradisi yang harus dirawat. Sebagai santri dan keturunan, harus menghormati sanadnya.
BACA JUGA: Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat untuk Manfaatkan Peluang Usaha
”Menghormati sanad ini penting sekali. Supaya kita ini tahu, darimana asal usul ilmu kita. Jadi santri tidak akan pernah lupa dengan kiainya, sudah wafat masih diziarahi,” ungkapnya.
Dia ingin, tradisi ini terus dirawat. Menurutnya, NU organisasi yang punya ciri-ciri, keistimewaan dan karakter yang harus dijaga. Paling utama adalah, hormat pada guru, kiai dan ulama.
Adapun rangkaian haul dimulai sejak Sabtu (11/3/2023), dengan khataman Alquran. Sebanyak 161 santri ikut serta. Selain itu juga, diikuti para wali santri. Pada Minggu (12/3/2023), ratusan peziarah menggelar doa dan tahlil bersama di makam Mbah Hisyam, yang terletak di belakang komplek ponpes.
Riyan