blank
Dirreskrimsus Polda Jawa Tengah, Kombes Pol. Dwi Subagio dalam ungkap kasus pencurian data pribadi untuk registrasi kartu perdana seluler yang beroperasi sejak 2020. Foto: Ning Suparningsih

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah berhasil mengungkap kasus pencurian data pribadi untuk registrasi kartu perdana seluler yang beroperasi sejak 2020.

Diketahui, kartu SIM seluler yang sudah diaktivasi, dijual dengan menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) yang diduga hasil curian.

Pelaku KA warga Banyuputih, Kabupaten Batang tersebut diringkus bersama barang bukti modem pool dan ribuan kartu perdana SIM yang sudah dan belum teraktivasi.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jawa Tengah, Kombes Pol. Dwi Subagio menyampaikan, pelaku sudah melancarkan aksinya sejak 2020. Dan sudah sekitar tiga ribu kartu perdana dengan NIK milik orang lain telah dijual.

“Pelaku ini beroperasi sejak 2020. Sekitar tiga ribu kartu perdana dengan NIK milik orang lain telah dijual,” kata Dwi saat Konferensi Pers di aula Ditreskrimsus Polda Jateng, Rabu (8/3/2023).

Dikatakan, kartu-kartu SIM ilegal tersebut sudah terjual secara online di berbagai wilayah di Jawa dan Sumatra.

Menurut Dwi, dalam menjalankan aksinya, tersangka membeli sekitar 32 modem pool yang digunakan sebagai perangkat untuk mengaktivasi kartu perdana dengan menggunakan NIK milik orang lain.

“Dengan puluhan modem tersebut, pelaku bisa mengaktivasi lebih dari 500 kartu perdana,” ujarnya.

Diketahui, tersangka membeli ribuan kartu perdana itu secara online. Pelaku juga memperoleh berbagai NIK dari sebuah aplikasi yang saat ini masih ditelusuri.

Dwi menyebut, dari berjualan kartu SIM perdana tersebut, pria tamatan SMA ini bisa meraup penghasilan hingga Rp15 juta per bulan.

Sementara barang bukti yang diamankan ada sekitar seribu kartu perdana Telkomsel berbagai jenis yang sudah diaktivasi dan siap diedarkan. Ada juga sekitar 4.700 kartu yang belum diaktivasi dengan mencuri data pribadi orang lain itu.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik serta Undang-undang Nomor 34 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan.

Dwi mengimbau kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memberikan data pribadi kepada orang lain. “Harus benar-benar dikonfirmasi hanya untuk keperluan yang dibutuhkan saja,” tandasnya.

Ning Suparningsih