blank
Bupati Indrata Nur Bayu Aji (tengah) bersama para undangan lainnya, ikut menari dalam gelar massal Langen Beksan Tayub di SMK Negeri 1 Sudimoro, Pacitan.(Dok.Prokopim Pacitan)

PACITAN (SUARABARU.ID) – SMK Negeri 1 Sudimoro Pacitan, Jatim, memasukkan pelajaran Seni Langen Beksan Tayub ke dalam kurikulum merdeka belajar. Langkah ini, diawali dengan acara Rembug Budaya dalam upaya melestarikan dan mengangkat Seni Tradisional Langen Beksan Tayub sebagai potensi wisata budaya di era milenial.

Bagian Prokopim Pemkab Pacitan, mengabarkan, acara tersebut digelar Senin (20/2), dalam rangkaian peringatan Hari Jadi Ke-278 Kabupaten Pacitan Tahun 2023. Menghadirkan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji (Mas Aji), dan diikuti oleh para Kepala Sekolah (Kasek) SMA/SMK, SMP/MTs, para Kades se- Kecamatan Sudimoro.

Kasek SMK Negeri 1 Sudimoro, Indra Prastowo, berharap, para siswa mendapat pemahaman tentang Kesenian Tayub secara utuh. Tidak hanya tahu bagaimana menari dengan baik dan benar, namun juga paham esensinya.

Yakni esensi Tayub sebagai budaya adiluhung dengan menghilangkan stigma negatif yang sering dipredikatkan oleh sebagian masyarakat.

Bupati Pacitan Indrata Nur Bayu Aji mengapreasiasi langkah SMK Negeri 1 Sudimoro dengan berkata: ”Tidak ada yang salah dengan Kesenian Tayub. Yang ada, Seni Tayub itu disalahgunakan,” ungkapnya. Baik dan tidaknya sebuah produk, itu tergantung bagaimana mengaplikasikan dalam kehidupan.

Rembug Budaya tersebut, diawali dengan menggelar gebyar menari secara massal Tayub Milenial. Diikuti 278 penari oleh siswa dan guru SMK Negeri 1 Sudimoro, Pacitan. Bupati ikut menari bersama para undangan lainya.

Syiar Islam

Dalam sejarahnya, sekitar Abad XV, Kesenian Tayub berjasa bagi syiar agama Islam. Abdul Guyer Bilahi, tokoh da’i masa itu mengembangkan Islam di pesisir utara Jawa menggunakan Kesenian Tayub.

Pagelaran Tayub selalu diawali dengan lantunan shalawat dan dzikir. Selain menampilkan penari-penari perempuan atau ledhek, juga penari lelaki atau Penayub. Salah seorang Penayub berposisi menjadi tokoh sentral yang digambarkan dalam pemahaman Tasawuf Jawa sebagai keberadaan mulhimah.

Sedang empat penayub lainnya sebagai cerminan dari empat unsur nafsu yang ada pada diri manusia, yaitu aluamah, amarah, sufiah dan mutmainah.

Itu memiliki makna filosofis bahwa perjuangan atau perjalanan manusia dalam meraih cita-citanya. Bila ingin berhasil meraih tujuan mulia, harus mampu mengendalikan nafsu yang ada dalam dirinya terlebih dulu.

Keberadaan ledhek, merupakan manifestasi dari bentuk ujian yang menggoda keempat nafsu. Jika berhasil mengendalikan, maka manusia akan lulus dalam meraih tujuan kemuliaan hidupnya.

Bambang Pur