”Nah, di sinilah, semua orang konsen ke sana, berlomba-lomba. Hal-hal yang bersentuhan dengan politik ini, dimanfaatkan media untuk menjadi berita,” bebernya.

Dia juga mengungkapkan, ada 40 persen pemilih pemula yang memberikan hak suaranya di Pemilu 2024. Di sini, media harus bisa menjadi agen perubahan, bagaimana memfilter situasi-situasi politik.

”Saya amati, kalau berita hoaks itu paling cepat. Tapi berita baik itu sedikit. Misalnya, berita banjir, ada banjir tahun lalu dimunculkan lagi. Ini kan harus difilter,” katanya.

Mbak Ita tak menampik, suhu jelang  tahun politik 2024  mulai panas. Pasalnya, semua partai akan banyak mencalonkan calegnya, padahal yang terpilih terbatas, misalnya di Kota Samarang saja hanya 50 orang.

Ita berharap, media massa bisa memberitakan yang jernih dan demokratis. Alasannya, dia mencermati kondisi pemilu yang akan datang, berbeda kondisinya dengan Pemilu sebelumnya dalam hal berkampanye. Yang sama hanya pelaksanaannya, misalnya ada pilpres, pileg untuk kursi DPR RI, DPD, DPRD kabupaten/kota.

”Dari masa ke masa, pemilu tetap menawarkan sesuatu yang beda. Saat ini, kampanye melalui media sosial, saya perhatikan akan kencang. Medsos itu luar biasa cepatnya, tanpa kendala jarak, waktu dan ruang. Panjenengan semua dari media, tentu sudah ngelothok bagaimana membuat berita. Pesan saya, ciptakan suasana adhem, karena Kota Semarang itu meskipun metropolitan, suasananya adhem, tidak garang-garang amat,” pungkasnya.

wied