blank
H Abdul Kadir Karding (tengah) memberikan plakat kepada anggota Komite BPH Migas di Atria Magelang, hari ini. (Foto: Eko)

MAGELANG (SUARABARU.ID) –Anggota Komisi VII DPR RI, H Abdul Kadir Karding, menyebutkan, lebih dari seperempat APBN tahun 2022 untuk subsidi. Dia mengatakan hal itu dalam acara sinergitas Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) – DPR RI di Hotel Atria Magelang, hari ini Minggu (29 Januari 2023.

Subsidi pemerintah khusus untuk energi seperti BBM pertalite, solar, elpiji 3 kg, dan listrik, tahun 2022, totalnya Rp 502 triliun. “Jadi lebih dari seperempat APBN masuk untuk subsidi,” katanya.

Jumlah subsidi BBM yang besar itu, menurut dia, karena beberapa hal. Antara lain karena tidak tepat sasaran. Subsidi itu ketidaktepatannya bisa di atas 50 persen. Menurut dia, bagaimana caranya agar subsidi sampai ke pihak yang betul-betul membutuhkan.

Maka perlu ada penegakan hukum. Bagi orang-orang yang bermain-main di solar industri penegakan hukumnya harus kuat. “Kalau tidak ya repot,” katanya.

Selain itu perlu ada kebijakan baru. Menurut dia, orang yang bisa membeli mobil artinya mampu. Berkaitan dengan BBM, mobil warga yang mampu harus memakai Pertamax, yang tidak mampu Pertalite. “Kecuali mobil angkutan, transportasi umum, yang lain tidak boleh pakai Pertalite, daripada ribet dan negara bebannya kasihan,” tuturnya.

Akibat beberapa hal tersebut, dana yang seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan lain, dipakai untuk subsidi.

Selebihnya dipaparkan, harga BBM naik juga karena harga impor minyak naik. Itu salah satunya karena perang Ukraina. Pernah naik 100 dolar per barel.

Terkait hal itu dia mengimbau masyarakat untuk mematuhi ketentuan. Salah satunya, kini Pertamina sedang menyusun langkah agar tepat sasaran. Misalnya ada syarat penggunaan KTP.

“Itu sebentar, tidak akan lama. Aturannya kami buat lebih mudah sehingga tidak memberatkan masyarakat,” katanya.

Wakil rakyat dari Fraksi PKB itu selebihnya menuturkan, karena menyangkut hajat hidup orang banyak, distribusinya harus diatur. Cadangannya, termasuk siapa yang boleh, siapa yang tidak boleh.

“Diatur dan diawasi saja masih banyak monopoli, apalagi tidak diatur,” imbuhnya.

Dicontohkan, belum lama ini dia berkunjung ke Palu. Truk yang hendak mengisi solar harus antre dari jam 11 siang sampai jam 11 esok harinya. “Adanya BPH Migas untuk mengatur agar sampai dan benar peruntukannya, serta tepat,” pungkasnya.

Eko Priyono