blank
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, ketika meluncurkan Badan Usaha Milik Petani (BUMP) di Cilacap. Foto: hmspemprov

KETAHANAN pangan memang menjadi prioritas Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, demi terwujudnya kedaulatan pangan masyarakat, melalui ketersediaan, keterjangkauan dan konsumsi pangan bergizi.

Berbagai strategi dilakukan, agar ketahanan pangan di Jateng tetap terjaga. Salah satunya, pelibatan petani dalam inovasi tanaman pangan.

Mengacu peringkat Indeks Ketahanan Pangan (IKP) yang dikeluarkan Kementerian Pertanian tahun 2021, Jateng menjadi provinsi terbaik kedua Nasional, setelah Bali, dengan nilai IKP 83,72, atau berkategori Sangat Tahan.

BACA JUGA: Kapolres Wonogiri Pindah Tugas ke Kudus, Ini yang Menggantikannya

Jateng juga menerima penghargaan dari Bank Indonesia, sebagai provinsi terbaik pendukung ketahanan pangan Nasional kategori Pengendali Inflasi Sub Sektor Klaster Tanaman Pangan.

Pencapaian itu tentunya tak lepas dari upaya Ganjar, yang intensif menggerakkan petani untuk melakukan inovasi dalam wirausaha pertanian. Gubernur juga menularkan succes story, dengan sengaja mengundang tiga petani milenial dalam Soropadan Agro Festival, di Kabupaten Temanggung, untuk berbagi ilmu.

Ketiga petani itu adalah Hendi Nur Seto asal Kabupaten Temanggung, Eko Tugiyono (Kabupaten Semarang) dan Untungno Widi Nugroho (Kabupaten Wonosobo). Mereka petani inspiratif yang sukses menjaga kedaulatan pangan, dan meraih pendapatan jutaan rupiah per bulannya, dari bertani.

BACA JUGA: AKBP Jaka Wahyudi Jabat Kapolres Tegal Kota

blank
Ganjar Pranowo saat panen bawang merah di Brebes. Foto:hmspemprov

Untungno Widi Nugroho misalnya, berhasil membudidayakan ubi madu (cilembu), hingga sukses memenuhi pasar ekspor. Dia juga membudidayakan jeruk lemon, hingga perikanan air tawar. Namun yang jadi andalannya adalah ubi madu, yang ditanam di atas lahan seluas 12 hektar.

”Saya mampu memproduksi ubi madu sekitar 1.200 ton. Bahkan hasil ubi ini bisa kami ekspor ke beberapa negara, termasuk Singapura. Yang masuk proses grade ekspor kisaran 30-40 persen dari produksi. Luasan satu hektar rata-rata menghasilkan antara 13-15 ton, dengan umur 3,5 sampai 4 bulan,” jelas Untung, seperti dilansir dari laman resmi Pemprov Jateng.

Ganjar memiliki berbagai strategi mentereng dalam mengelola pangan daerah, sehingga ketahanan pangan di Provinsi Jateng aman terkendali. Pertama, menggandeng kepala desa dan perangkatnya, menjaga ketahanan pangan. Para kades punya pengalaman memberdayakan pekarangan, menghadirkan makanan alternatif, dan diversifikasi pangan.

BACA JUGA: Pemkot Tegal Raih Penghargaan Pelayanan Publik

Kedua, Mengajak petani menanam bahan pangan pendamping beras untuk mewujudkan ketahanan pangan, seperti umbian, jagung, porang, dan makanan alternatif lainnya, sebagai pendamping nasi.

Ketiga, mengajak masyarakat membeli beras Srinuk Klaten, untuk mendorong ketahanan pangan. Kabupaten Klaten misalnya, telah mengeluarkan kebijakan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang diwajibkan membeli 10 kg beras Srinuk setiap satu bulan.

Keempat, bersama Habib Syech Qodir Assegaf, mengajak pramuka ikut menjaga ketahanan pangan, melalui aktivitas di lingkungan sekitar. Kelima, strategi yang tidak kalah gemilang adalah, Ganjar membuat ide cemerlang dengan adanya Badan Usaha Milik Petani (BUMP), yang sangat menguntungkan.

BACA JUGA: Pertamina Fastron Juara Putaran Pertama

Menurut gubernur, BUMP selain mendapat keuntungan penjualan produk, pelatihan dari ahli-ahli pertanian, juga keuntungan sebagai pemegang saham. Di Jateng, setidaknya ada tujuh kabupaten yang sudah memiliki BUMP.

Sebagai provinsi yang menyandang status sebagai lumbung pangan, Ganjar pun telah mengantisipasi ancaman resesi global 2023, yang berpotensi terjadinya krisis pangan.

Di antara terobosan yang ditempuh Ganjar guna mengantisipasi potensi krisis itu yakni, upaya diversifikasi pangan dengan menyiapkan pangan lokal sebagai cadangan pangan daerah.

blank
Gubernur Ganjar Pranowo, saat meninjau lumbung sayur Pondok Makmur di Sukoharjo, sebagai contoh Gerakan Lumbung Pangan. Foto: hmspemprov

BACA JUGA: Jelang SEA Games 2023 Kamboja, Timnas Wushu Indonesia Akan TC di China

Pangan lokal yang dimaksud di antaranya, mi mocaf (tepung singkong), beras jagung, dan beras singkong. Jateng juga mengembangkan varietas kedelai Grobogan, menaman di pekarangan, hingga penggunaan pupuk organik.

Selain itu, penanganan kerawanan pangan di daerah yang terkena bencana, dan desa rawan pangan, serta penguatan ketahanan pangan keluarga.

”Pangannya tidak boleh diterjemahkan hanya padi, kita punya jagung, singkong, dan sukun, yang bisa kita produksi. Termasuk porang yang sangat laku, sehingga diversifikasi pangannya berlaku,” ujar Ganjar.

BACA JUGA: FWLJ Gelar Bakti Sosial di Panti Sosial Kyai Ageng Majapahit Semarang

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Jateng, Dyah Lukisari menyampaikan, langkah penganekaragaman pangan di Jateng, sudah dimulai sejak lama. Namun, perlu langkah kreatif untuk menjadikan pangan lokal, sebagai raja di daerah sendiri.

Selain dikenal sebagai produsen beras penyangga kebutuhan Nasional, Jateng juga kaya akan potensi pangan alternatif. Berdasarkan data Distanbun Jateng, produksi pangan alternatif di Jateng berlimpah.

Misalnya, ubi kayu yang produksinya mencapai 2.288.971 ton di September 2022, ubi jalar 114.415 ton, kacang tanah 58.423 ton, dan kacang hijau 24.590 ton.

blank
Kegiatan Bimtek BUMP, yang digelar Dinas Ketahanan Pangan Jateng. Foto: BUMP

BACA JUGA: Muslimat NU Petekeyan Gelar Santunan Yatama: Semoga Anak-anak semakin Giat Belajar

Sedangkan untuk produksi jagung, hingga September 2022 mencapai 3.047.712 ton. Lalu produksi kedelai hingga bulan yang sama, baru mencapai 47.246 ton. Adapula tanaman sorgum, yang tahun ini ditanam di lahan seluas 120 hektar, di Wonogiri, Sukoharjo dan Cilacap. Produktivitasnya juga tinggi, mencapai sekitar 1.000 ton.

Menurut Dyah, strategi diversifikasi pangan dilakukan, dengan membudayakan pangan lokal kepada masyarakat. Cara itu ditempuh, agar pola pikir warga tidak mengacu pada satu komoditas, seperti beras.

Berangkat dari pola pikir itu, sejak 2022, Dishanpan menganggarkan Rp 100 juta, untuk pembelian pangan alternatif, sebagai cadangan pangan, berdampingan dengan komoditas cadangan pangan utama lainnya, beras.

BACA JUGA: Masa Depan Indonesia Tergantung Kualitas Anak Bangsa

”Cadangan pangan kami di anggaran perubahan 2022, kami tambah mi mocaf, beras jagung, dan beras singkong. Anggarannya masih kecil memang, kalau dibanding beras yang mencapai Rp 1,5 miliar. Untuk pangan alternatif sekitar Rp 100 juta,” ujarnya.

Guna lebih menguatkan potensi pangan lokal, Dishanpan juga mengajak ahli gizi guna mengedukasi masyarakat. Hal itu ditempuh, agar masyarakat sadar, bahwa pangan lokal asal Jateng memiliki gizi yang berguna untuk kesehatan.

Dyah berharap, industri makanan olahan pangan lokal akan bergerak. Pada akhirnya, produsen pangan lokal juga ikut memetik manfaat.

Tim SB