blank
Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng). Foto: hms

SEMARANG (SUARABARU.ID)- Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengatakan, perlunya data pertanian yang valid akan menjadi acuan, agar geger mengenai impor beras seperti beberapa waktu lalu, tidak terjadi.

”Sistem ini musti di-develope, dikontrol dengan baik, dan datanya menjadi valid. Sebab, kalau tidak ya akan terjadi geger seperti kemarin. Sebenarnya saat ini kita perlu impor beras apa tidak?” kata dia dalam keterangannya di Semarang, Sabtu (14/1/2023).

Diungkapkan dia, saat itu berdebat panjang sekali, lalu berasnya datang. ”Kemudian para petani yang lain berteriak, kami jangan mendapatkan grojogan beras impor. Nah, data kita sebenarnya berapa?” tanyanya lagi.

BACA JUGA: Kospin Kuncup Melati Bakal Berdiri di Lahan 1000 Meter Persegi

Terkait data itu, Ganjar memaparkan, dari sisi produktivitas sudah bisa menutup kebutuhan di Jateng. Bahkan ada sisa, sehingga dapat dibagikan atau dikirim ke Jakarta, Kalimantan Tengah, dan sebagainya.

”Maka kenapa kita butuh data pertanian kita. Mudah-mudahan, sensus pertaniannya nanti bisa jadi basic data untuk memperbaiki semua, karena problem turunannya masih banyak. Kalau kita mau bicara kebutuhan yang bisa tercukupi seperti itu, ini data tidak bole meleset. Harus terus update, kemudian kita bisa mendata secara rigid, lalu kita bisa mengetahui turunannya,” paparnya.

Problem turunan itu, menurut Ganjar, dapat dilihat dari pupuk yang kurang. Subsidi tidak bisa mencukupi semua kebutuhan petani, sedangkan transformasi ke organik belum tuntas. Situasi itu berdampak kepada para petani secara langsung.

BACA JUGA: Aktifitas Vulkanik di Dieng Meningkat, Kalak BPBD Wonosobo : “Warga Harus Tetap Tenang!”

”Di tengah situasi seperti itu, petani kasihan. Maka kalau kemudian subsidinya kira-kira pemerintah pusat sudah makin berkurang, cabut saja subsidinya. Digantikan subsidi kepada petani melalui pembelian,” ungkapnya.

Hal itu, imbuh Ganjar, bisa melalui Bulog, apakah Bulog daerah, atau siapa pun untuk menjadi offtaker. ”Sehingga bebaskan saja pupuknya, atau ada subsidi secara penuh. Kalau secara penuh, maka namanya subsidi itu musti ada target yang jelas. Dan data pertanian juga harus jelas,” ungkapnya.

Di Jateng sendiri, disebut sebagai lumbung padi Nasional, karena produksi padi dan beras yang melimpah. Dengan kondisi ini, Ganjar menyampaikan beberapa langkah yang harus digenjot, untuk meningkatkan produktivitas padi dan beras atau pangan, dalam arti luas.

BACA JUGA: OMG Gandeng Pemuda Desa Krengseng Kembangkan BUMdes, Tingkatkan Ekonomi Masyarakat

Disebutkan dia, predikat lumbung padi sudah lama melekat pada di Jateng. Hal itu tentu tidak lepas dari produktivitas padi. Beberapa waktu lalu Ganjar sempat mengatakan, produktivitas padi di Jateng mencapai 9,7 ton dan beras 5,6 ton hingga 5,8 ton per hektar.

Produktivitas itu harus ditingkatkan lagi, agar produksi padi dan beras Jateng dapat memenuhi kebutuhan Nasional. Untuk meningkatkan produksi itu, maka Ganjar akan menggenjot penataan ruang dan konservasi lahan subur.

”Sebenarnya dari dulu kita memang sudah bisa disebut sebagai lumbung padi. Hanya sekarang tata ruang makin bersaing dengan kebutuhan industri, perumahan, dan sebagainya. Maka lahan subur itu harus betul-betul dikonservasi,” ungkap dia.

BACA JUGA: Metode Prana Jadi Motivasi Pasien Menuju Energi Positif

Selain itu, intensifikasinya juga harus didorong, agar kalau rata-rata kita 5,6 hingga 5,8 ton per hektar padi, maka harus naik lagi. Sehingga lumbung pangannya bisa didorong kembali.

Lumbung pangan yang dimaksud Ganjar, tentu saja bukan hanya terkait padi atau beras saja, melainkan komoditas pangan lain yang potensial. Diversifikasi pangan harus dilakukan, dengan menggenjot produksi komoditas seperti jagung, singkong, sukun, bahkan porang.

”Pangannya tidak boleh diterjemahkan hanya padi saja. Kita punya jagung, singkong, sukun yang banyak, dan bisa kita produksi. Termasuk porang yang sangat laku, sehingga diversifikasi pangannya berlaku,” tukas Ganjar.

Riyan