SEMARANG (SUARABARU.ID)– Tren penurunan remitansi dari para Pekerja Migran Indonesia (PMI) di sejumlah negara, harus ditindaklanjuti dengan langkah segera, untuk memastikan nasib para pekerja. Negara harus mampu melindungi setiap warganya, secara menyeluruh.
”Kondisi krisis di dunia berdampak terhadap para PMI, di sejumlah negara. Indikasi penurunan remitansi ini, harus segera dipastikan penyebabnya. Potensi para pekerja tidak mendapat gaji lagi cukup besar, mengingat krisis ekonomi yang melanda di sejumlah negara,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/1/2023).
Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat, remitansi yang masuk dari Januari-November 2022, sebesar Rp 580,83 miliar. Angka itu turun Rp 439,17 miliar, jika dibandingkan dengan remitansi yang masuk pada 2021, yang mencapai Rp 1,02 triliun. Padahal pada 2021, pandemi secara global masih terjadi.
BACA JUGA: PDIP Kota Semarang Targetkan 24 Kursi pada Pemilu 2024
Remitansi adalah transfer uang yang dilakukan pekerja asing, ke penerima di negara asalnya. Selain bantuan internasional, uang yang dikirimkan pekerja migran itu merupakan salah satu arus uang terbesar di negara berkembang.
Menurut Lestari, indikasi itu harus mendapat perhatian serius, tidak hanya dari Pemprov NTB, tetapi juga dari para pemangku kepentingan di pusat dan daerah lainnya. Hal ini agar jelas penyebab banyaknya PMI, tidak lagi mengirimkan uang ke kampung halamannya.
Rerie sapaan akrab Lestari berharap, pemerintah segera mengungkap penyebab pasti penurunan remitansi ini, untuk menghindari adanya potensi pelanggaran hak-hak para PMI di sejumlah negara.
BACA JUGA: Laju Inflasi Kota Semarang Terkendali di Bawah 5 Persen
Jika sudah ditemukan pemicunya, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, para pemangku kepentingan harus segera menuntaskan masalah yang dihadapi para PMI itu.
Belakangan ini, ujar anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, juga beredar di media sosial video, yang memperlihatkan Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Indramayu, yang diduga selama bekerja tujuh tahun di Uni Emirat Arab (UEA), tidak diizinkan pulang, sekaligus tak digaji oleh majikannya.
Kasus-kasus pelanggaran hak-hak PMI itu, ujar Rerie, harus segera ditindaklanjuti oleh negara. Karena konstitusi UUD 1945, tambahnya, mengamanatkan negara untuk melindungi setiap warga negara.
BACA JUGA: Ganjar Tak Tahu Kejutan di Rakernas PDIP
Pada kesempatan itu, Rerie mengingatkan kembali, agar para pemangku kepentingan mendorong terus penuntasan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), untuk segera menjadi undang-undang.
Kehadiran UU PPRT, tegas Rerie, tidak hanya merupakan bagian dari upaya memberi dasar hukum secara menyeluruh, untuk melindungi pekerja rumah tangga di dalam negeri, tetapi juga pekerja migran Indonesia di sejumlah negara.
Riyan