BLORA (SUARABARU.ID) – Berdasarkan data dan informasi kemiskinan kabupaten/kota di Indonesia yang dirilis BPS tahun 2022, angka kemiskinan di Kabupaten Blora turun dari 12,39 % menjadi 11,53 %.
Menerima kabar itu, Wakil Bupati Blora, Tri Yuli Setyowati ST. MM, mengatakan bahwa hasil itu memang patut disyukuri, meski sebenarnya belum memenuhi target. Dikemukakan, target penurunan kemiskinan di Blora tahun 2022 sebenarnya 11,4 %.
‘’Untuk tahun 2023 mudah-mudahan angka kemiskinan di Blora bisa turun secara signifikan,’’ ujar Wakil Bupati Blora.
Sementara itu, Bupati Blora, H. Arief Rohman, S.IP., M.Si, menyambut gembira dengan turunnya angka kemiskinan di Kabupaten Blora tersebut.
‘’Ini menjadi kado di Ultah Blora ke-273. Kerja keras belum selesai memang untuk terus menurunkan angka kemiskinan di Blora. Terimakasih kepada semua pihak atas dukungannya, terkhusus untuk Wakil Bupati, Tri Yuli Setyowati ST. MM, selaku Ketua Tim percepatan pengentasan kemiskinan,’’ tandas Blora, H. Arief.
Diketahui, persoalan kemiskinan di Kabupaten Blora memang menjadi perhatian serius oleh pemerintah di Blora. Di tahun 2021, ada di angka 12,39 persen. Berbagai upaya dilakukan oleh pemimpin di Blora, baik Bupati H. Arief maupun Wakil Bupati Mbak Etik.
9 Kriteria Miskin
Diantaranya sempat belajar dan diskusi panjang lebar soal kemiskinan di Kantor BPS. Harapannya bisa ada solusi dan pemecahan terkait resep jitu untuk menurunkan kemiskinan di Blora.
Banyak faktor warga dikatakan miskin. Diantaranya, meski warga memiliki 10 sapi, tanah luas, tapi kondisi rumah masih beralaskan tanah, tembok gedek, tidak punya MCK, mereka tergolong miskin.
Menurut Kepala BPS Blora, Nurul Choiriyati, ada banyak kriteria garis kemiskinan. Salah salah satunya dilihat dari makanan dan non makanan. Untuk yang menentukan kriteria miskin ada 9. Kamis, (1/12/202).
Sementara itu menurut Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Blora Dra. Indah Purwaningsih, M.Si, ada 9 kriteria masyarakat miskin. Mulai tidak memiliki pekerjaan tetap, tidak punya rumah, pengeluaran untuk makanan 70 persen, tidak memiliki MCK.
Termasuk, penerangan dari PLN 450 Watt atau tidak berlistrik, rumah beralaskan tanah, berdinding kayu, bambu, kawat. Beli baju sekali dalam setahun, imbuhnya. (Kudnadi Saputro)