PERTAMA kali saya mengenal ilmu kebal itu pada saat saya kelas II SLTP. Bersama teman sekolah, saya ikut pengisian ilmu kebal yang diajarkan imam surau dekat sekolahan kami. Caranya sederhana. Cukup dengan menelan butiran nasi ketan yang direndam pada madu dan sudah dibacakan doa.
Setelah itu, kami diberi doa yang harus dibaca setiap kali akan makan. Urutannya, membaca amalannya, mengambil nasi dengan tiga jari, lalu mengunyah dengan rahang kanan. Selain itu, kami berpantang tidak boleh duduk diatas batu dan besi secara langsung.
Jika terpaksa harus duduk di atas batu atau besi, harus menggunakan alas, apakah itu kertas, kain, atau daun. Sedangkan pakaian (sarung dan celana) yang dipakai tidak termasuk alat pelindung yang diperbolehkan.
Bagi anak-anak desa, menjalankan pantangan seperti itu termasuk berat karena kami terbiasa bermain di sungai yang disitu banyak bebatuan.
Asmak Sembilan
Saat menerima ilmu ini, usia saya masih sangat remaja, kelas II SLTP. Saat itu hanya ikut-ikutan saja. Ilmu Kebal kedua saya dapatkan ketika bergabung dalam perguruan tenaga dalam. Ketika itu saya masih duduk di bangku kelas III SLTA.
Doa atau amalannya sembilan asmaul husna perguruan tenaga dalam (pukulan jarak jauh terhadap lawan yang amarah) dikenal sebagai doa jurus. Menurut guru yang memberikan ilmu itu, sembilan asmaul husna itu dibaca 500 kali selama tiga malam dan siangnya puasa.
Baca juga Destana Damarwuan Libatkan Ahli Metafisika Cari Mbah Ngarji
Kemudian puasanya tiga hari itu kalender Jawa yang disebut hari 40 (dina patang puluh). Yaitu hari dan pasaran 40, yaitu : Selasa Kliwon – Rabu Legi – Kamis Pahing, atau Rabu Pon – Kamis Wage – Jumat Kliwon, atau Jumat Pahing – Sabtu Pon – Minggu Wage, atau Sabtu Kliwon – Minggu Legi – Senin Pahing.
Pengamatan saya saat ini, ilmu yang diajarkan guru itu kurang meyakinkan karena guru tampaknya kurang memahami ilmunya. Maka, terbatasnya informasi itu menyebabkan saat uji coba itu saya harus berurusan dengan dokter. Tangan saya dijahit dan itu menjelan ujian akhir SMA.
Belakangan baru saya ketahui, tidak setiap ilmu yang berkaitan dengan kebal itu “mau” diajak bercanda (uji-coba). Ilmu yang murni “ayat” karakternya defensif, bertahan, tersembunyi, tidak mau untuk tontonan atau show, karena ilmunya lebih berfungsi untuk jaga diri saat ada bahaya yang sesungguhnya, dan bukan untuk main-main.
Ilmu Karang Debus Banten
Karena merasa belum puas, tahun 1984 saya belajar dengan pendekar silat di Cilincing, Jakarta Utara. Aslinya beliau itu spesialisasinya ilmu pernapasan dan tenaga dalam. Namun Guru itu menyimpan dua ilmu kebal yang disebut “palduk” yang artinya asal hafal, ya jadug (sakti).
Ilmu yang seperti ini tanpa tirakat. Cukup dibaca mantranya disaat akan dimanfaatkan untuk beladiri atau sebatas show. Ilmunya yang dari Badui dalam, dari mantranya belum ada sentuhan tauhid, karena arah permohonannya bukan kepada Tuhan, melainkan kepada para leluhur Badui.
Menurut Guru, Ilmu Karang yang didapatkan itu dari hasil barter dengan jawara asal Banten dengan ilmu tenaga dalam. Untuk menguasai ilmu karang, puasa tujuh Senin tujuh Kamis. Namun, karena saya mendapat bocoran dari putra Guru jika untuk sekadar untuk membuktikan (uji coba) cukup puasa satu hari saja, dan sebelum buka puasa, mandi kembang tujuh rupa.
Kegagalan dimasa lalu saat uji coba ilmu kebal itu tidak membuat saya kapok. Setelah selesai puasa langsung mandi air kembang dan membaca mantra, yang terjadi saat uji coba itu benar-benar sulit diterima akal.
Setelah mencium aroma wangi bunga yang untuk mandi itu, tiba-tiba nyali saya naik, dan tanpa mikir tanpa menganalisa, saat melihat senjata tajam tajam, malah ada perasaan asyik, trance dalam. Disaat melihat pisau tajam itu tidak sedikit pun terbayangkan senjata tajam itu sesuatu yang membahayakan.