blank
Para juara pemilihan Duta Remaja Gong Ceting Wonosobo foto bersama. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Dua remaja asal Desa Slukatan Kecamatan Mojotengah Wonosobo terpilih sebagai juara I Duta Remaja Gotong Royong Cegah Stunting (Gong Ceting). Adapun juara 2 dan 3, masing-masing direbut remaja dari Desa Damarkasian dan Desa Purbosono Kertek.

Pemilihan Duta Remaja Gong Ceting sendiri digelar oleh Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Sains Alquran (Unsiq) Jateng, Universitas Alma Ata Yogyakarta, Matching Fund Kedaireka dan BKKBN Pusat di Pibee Resto Wonosobo.

Peserta pemilihan Duta Remaja Gong Ceting harus mengikuti berbagai tahapan dan aspek penilaian yang ada. Seperti pengetahuan seputar stunting, ketrampilan konseling, kemampuan pengukuran antropometri, komitmen dan motivasi sebagai Duta Remaja Ceting.

Dosen Fikes Unsiq Jateng Febrinika Tuta Setiani, Selasa (15/11), mengatakan pemilihan Duta Remaja Gong Ceting diikuti 10 pasang remaja dari 10 desa lokus stunting yang ada di Wonosobo. Yakni Desa Tambi, Tieng, Slukatan, Kaliwiro, Besani, Pagerejo, Candimulyo, Purbosono, Tanjunganom dan Gondowulan.

“Sebelum dipilih sebagai Duta Remaja Gong Ceting, mereka terlebih dahulu mengikuti pelatihan pencegahan stunting. Materi pelatihan disampaikan Nazilla Nugraheni (dosen Fikes Unsiq) dan Dewi Yuliana Satriani (DPPKBPPPA Wonosobo),” ujarnya.

Cegah Stunting

blank
Pembicara saat menyampaikan materi dalam pelatihan Duta Remaja Gong Ceting Wonosobo. Foto : SB/Muharno Zarka

Nazilla Nugraheni mengatakan pemilihan dan pelatihan Duta Remaja Ceting merupakan salah satu upaya meningkatkan pengetahuan dan kepedulian remaja terhadap permasalahan stunting. Diharapkan mereka dapat merangkul kalangan muda untuk membantu percepatan penurunan angka stunting di Wonosobo.

“Pelatihan tersebut untuk memberikan informasi, edukasi dan keterampilan remaja dalam memahami apa itu stunting, tanda, serta langkah pencegahan stunting. Baik pada remaja sebaya, ibu hamil serta masyarakat secara umum,” paparnya.

Selain itu, tambah dia, juga merupakan salah satu optimalisasi peran remaja dalam upaya percepatan penurunan angka stunting di daerah ini. Para remaja harus dapat mengetahui pengertian stunting, faktor-faktor yang dapat menyebabkan stunting, gejala dan ciri-ciri stunting pada baduta dan balita.

Sementara itu, Dewi Yuliana Satriani menyampaikan kasus stunting merupakan salah satu permasalahan gizi kronik berupa gangguan pertumbuhan linier pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi.

“Jika dilihat dari kasus di lapangan, stunting banyak terjadi pada anak hingga usia 5 tahun. Sehingga apabila terjadi permasalahan pertumbuhan pada periode usia tersebut, maka pertumbuhannya tidak dapat dikejar pada periode berikutnya, sekalipun jika kebutuhan gizinya tercukupi dengan baik,” tandasnya.

Hal itu, lanjutnya, menunjukkan stunting merupakan masalah kesehatan yang hampir tidak dapat diubah setelah 1.000 hari pertama usia anak. Dalam jangka panjang, hal ini akan memberi dampak yang sangat luas mulai dari kecerdasan, ekonomi, dan kualitas SDM yang berefek pada masa depan anak.

Muharno Zarka