blank
SCREENING - Warga Binaan Pemasyarakatan dan pegawai Rumah Tahanan Kelas IIA Pekalongan menjalani screening Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). (foto: dinkominfo)

KOTA PEKALONGAN (SUARABARU.ID) – Sebanyak 75 orang Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan pegawai Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Pekalongan menjalani deteksi dini (screening) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kegiatan ini diinisiasi Kementerian Kesehatan RI bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, dan berlangsung di Aula Rutan setempat, Rabu (26/10/2022).

Mereka mengikuti serangkaian pemeriksaan kesehatan mulai pendataan melalui pengisian kuesioner, pengukuran tekanan darah, tinggi dan berat badan, pemeriksaan kadar monoksida (CO), dan dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri.

PPOK merupakan suatu penyakit paru kronis yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara dan gejala penapasan yang menetap, berhubungan dengan abnormalitas jalan napas dan/atau alveolus. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh paparan signifikan partikel atau gas asing dan dipengaruhi pula oleh faktor host seperti perkembangan sel paru yang abnormal.Di Indonesia, PPOK merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama.

Karutan Kelas IIA Pekalongan, Anggit Yongki Setiawan mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada jajaran Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kota Pekalongan yang telah membantu memfasilitasi dan mendukung kegiatan-kegiatan di Rutan terutama dalam hal menjamin dan memberikan pelayanan kesehatan kepada WBP maupun pegawai Rutan setempat, salah satunya kegiatan deteksi dini PPOK ini.

“Kami menyambut baik adanya kegiatan deteksi dini PPOK ini. Selama ini kerjasama dan kolaborasi kami sudah berjalan dengan baik, tidak hanya kegiatan pemeriksaan kesehatan pada hari ini saja, tapi juga kegiatan lain sebelumnya seperti pemeriksaan HIV/AIDS, Tubercolosis (TB) deteksi dini dan pemeriksaan kesehatan ketika ada tahanan baru masuk Rutan, dan sebagainya,” ucap Anggit.

Anggit menjelaskan, di Rutan Kelas IIA Pekalongan sendiri telah menyediakan ruangan khusus bagi perokok dan kamar khusus bagi WBP berusia rentan dan WBP yang tidak merokok.

“Dalam deteksi dini PPOK sendiri yang diambil sampel ada 75 orang, terdiri dari 58 orang WBP dan 17 orang pegawai Rutan Kelaa IIA Pekalongan. Dengan deteksi dini ini setidaknya bisa diketahui upaya-upaya preventif dan pengendalian yang harus dilakukan apabila yang bersangkutan hasilnya bergejala PPOK agar tidak semakin parah,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota Tim Kerja Penyakit Paru Kronik dan Body Immunology Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr Aries Hamzah menerangkan bahwa, kegiatan pada hari ini seperti pelaksanaan sebelumnya adalah melakukan pencegahan dan pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan sasaran para WBP dan pegawai Rutan yang notabene penyakit tersebut telah banyak menghabiskan biaya JKN. Dengan pencegahan lebih awal, maka penyakit ini dapat ditangani lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat.

“Upaya ini sebagai bentuk kepedulian pemerintah melalui Kemenkes bersama jajaran Pemda dan Rutan untuk berinisiatif melakukan pencegahan dan pengendalian PPOK kepada warga binaan dan pegawai Rutan Kelas IIA Pekalongan. Harapannya, pengendalian ini semakin menekan penyakit-penyakit yang menghabiskan biaya kesehatan dan bisa memberikan manfaat yang dilakukan terus menerus untuk menyongsong masa depan dan kesehatan masyarakat yang lebih baik lagi,” papar dr Aries.

Lanjutnya, PPOK ini memang tidak menular namun bisa menyebabkan perubahan pada saluran pernafasan sehingga menimbulkan sumbatan pernafasan dan oksigen dalam jaringan berkurang. Faktor pemicu PPOK ini bisa dari perilaku merokok yang sangat tinggi. Penderita TB bisa menjadi PPOK kalau tidak segera tertangani dengan baik.

dr Aries menyebutkan, prevalensi perokok di Indonesia saat ini 38 persen, artinya 1 dari 3 orang Indonesia ini merokok. Tentunya, hal ini menyebabkan potensi tingginya angka PPOK di masa mendatang. PPOK sebenarnya menjadi permasalahan yang sama seperti Tuberkolosis (TB), dengan gejala awalnya tidak terdeteksi, tidak terdiagnosis, dan tidak terobati, dan bisa menimbulkan komplikasi bila tidak tertangani sejak dini.

“PPOK juga termasuk kormobit Covid-19 saat ini, jadi orang yang terkena PPOK cenderung lebih cepat terkena Covid. Untuk upaya pencegahannya yang paling utama adalah berhenti atau menghindari merokok, rajin berolahraga, menjaga pola makanan yang bergizi seimbang, dan harus pandai mengelola stress atau dengan Budaya CERDIK , C yaitu Cek kondisi kesehatan, E nya yaitu Enyahkan asap rokok, R yakni Rajin aktivitas fisik, D nya Diet seimbang, I yaitu Istirahat cukup, dan K yakni Kurangi Stress,” pungkasnya.

Nur Muktiadi