Oleh Tatik Sudaryati, S. Pd.
SENI adalah produk budaya manusia. Bentuk kesenian ada berbagai jenis dari seni rupa, seni suara, seni musi, dan juga ada seni tari. Jenis tari juga ada bermacam-macam, setidaknya dikenal ada tari modern dan tradisional.
Menari bisa dilakukan seseorang sendirian. Tetapi ada juga tarian yang dilakukan lebih dari seorang, yaitu secara bersama-sama. Tari berkelompok adalah suatu bentuk tari yang dipertunjukkan oleh lebih dari dua orang penari.
Menurut buku Seni Budaya oleh Harry Sulastianto, dkk (2008: 132), tarian ini biasanya berupa gabungan dari tari tunggal atau tari berpasangan. Tari berkelompok memiliki daya tarik tersendiri karena kekompakan dan keselarasan gerakannya. Para penari dalam tarian berkelompok harus serempak, serasi, dan saling melengkapi.
Berdasarkan buku Apresiasi Seni, Seni Tari dan Seni Musik oleh Sigit Astono, S.Kar., M.Hum (2007: 40), dalam tari berkelompok, penari menjadi tidak bebas karena terikat pada aturan-aturan dalam koreografi yang ketat. Dengan begitu, tari kelompok tidak menonjolkan ekspresi individu namun kekompakan dalam kelompok.
Keunikan gerakan tari berkelompok terletak pada jumlah penari yang banyak namun terkontrol dalam satu kesatuan koreografi. Seluruh konsentrasi harus mengarah pada satu titik, yaitu kekompakan dalam gerak, harmoni, sinkronisasi, dan pola lantai sesuai tuntutan skenario koreografi.
Remaja Awal
Siswa SMP dan sederajad umumnya berusia sekitar 12-15 tahun atau berada pada masa remaja awal. Usia remaja awal berkisar antara 10 hingga 15 tahun, dan remaja akhir berusia setelah 15 tahun hingga 19 tahun. Dengan demikian, siswa SMP umumnya berada pada kategori remaja awal, sedangkan siswa SMA umumnya berada pada remaja akhir.
Secara umum, mereka memiliki ciri psikologis yang sama yaitu masa pembentukan jati diri. Bedanya, remaja awal baru memulai, sedangkan remaja akhir sudah akan mengakhiri.
Ciri-ciri masa remaja awal ini antara lain perilaku yang kurang menentu, cenderung emosional, belum stabil, banyak masalah, pencarian idola atau tokoh sebagai panutan, tidak realistis, dan masa kritis.
Perilaku yang kurang menentu muncul karena diperlakukan seperti anak-anak, namun pada saat lainnya mereka dituntut untuk berperilaku sebagai orang yang sudah dewasa.
Hal itu membingungkan buat remaja awal yang mulai membandingkan dirinya dengan orang lain, mulai sensitif terhadap masalah sosial seperti bullying, mulai merasakan ketertarikan dengan lawan jenis, serta mulai menunjukkan gejolak emosi yang tinggi atau tidak stabil.
Remaja mulai melepas ketergantungan dengan orang tua, mulai memiliki kelompok teman sebaya, mulai mencapai hubungan sosial yang lebih matang terutama dalam perbedaan sikap pergaulan kepada sesama jenis kelamin dan kepada lawan jenis.
Remaja mulai mampu berpikir lebih rasional, mulai mampu menggunakan teori-teori dari ilmu yang dimiliki, mulai timbul kesadaran berpikir tentang apa yang akan ia lakukan di masa depan, mulai memahami nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya, serta mulai memahami konsep-konsep yang abstrak. Pada masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa.
Tari Bedhaya
Penerapan praktik tari secara berkelompok, misalnya Tari Bedhaya yang berasal dari Keraton Kasunanan Surakarta ternyata sangat berengaruh terhadap perkembangan emosional siswa SMP Negeri 1 Purwodadi kelas VIII F Semester Genap Tahun Pelajaran 2021 / 2022.
Ada beberapa macam Tari Bedhaya yang disesuaikan dengan jenis gendhing pengiringnya, di antaranya adalah Bedhaya Ketawang, Bedhaya Pangkur, Bedhaya Sinom, Bedhaya Duradasih. Tarian ini dibawakan oleh Sembilan orang gadis (perempuan yang belum menikah) yang berasal dari kalangan keraton.
Gerakan tarian ini bertempo lambat dan ditarikan dengan sangat anggun dan selaras. Remaja dengan segala jenis emosi yang berupa rasa marah, takut, cemas, rasa ingin tahu, iri hati, sedih, kasih sayang, dan lain-lain yang tidak stabil cenderung terkontrol ketika mereka banyak berinteraksi dengan taman-teman dalam kelompok tarinya.
Bisa jadi karena ketidakstabilan akibat tersebut berasal dari perasaan yang tidak pasti mengenai dirinya, seperti kesedihan bisa tiba-tiba berganti gembira karena mereka berinteraksi dengan teman sekelompoknya.
Dengan berlatih tari secara berkelompok, rasa ragu-ragu bisa tiba-tiba berganti menjadi percaya diri, egoisme bisa tiba-tiba berganti menjadi suka menolong, acuh tak acuh bisa tiba-tiba berganti antusiasme.
Persahabatan pun mulai terjalin secara berganti-ganti dan lain-lain. Melalui pembelajaran tari secara berkelompok, remaja mulai mencari identitas diri, mulai membangun karakter mereka sendiri, serta mulai memperlihatkan kemandirian, karena memang masa remaja disebut juga sebagai masa pencarian jati diri.
Pelajaran tari secara berkelompok tidak hanya memberi salah satu solusi dalam dalam hal perkembangan emosional siswa, namun bisa menjadi ajang kreasi dan suatu unjuk diri siswa mencari identitasnya sebagai remaja.
Tatik Sudaryati, S. Pd., Guru Seni Budaya SMP Negeri 1 Purwodadi Grobogan