blank
Dua peneliti sejarah Tehuh HIndarto dan Chusni Ansori memandu peserta Historical Study Trips jejak peninggalan Jepang di Desa Argopeni, Ayah,, Minggu 25/9 .(Foto:SB/HST Kebumen)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Pernik dan cerita sejarah masa lalu selalu menarik untut diangkat kembali.Pun demikian kisah sepenggal jejak penjajahan Jepang di wilayah Kebumen selatan.

Adalah Historical Study Trips (HST) yang kembali mengadakan kegiatan study trip atau wisata edukasi sejarah, dengan berjalan-jalan menuju objek yang dipilih. Kegiatan study trip sesi ke-8 kali ini mengambil tema,”Jejak Jepang di Bukit Gajah, Argopeni” di Kecamatan Ayah, Minggu (25/9).

Menurut pemandu HST Teguh Hindarto yang juga peneliti dan penulis sejarah, memang agak disayangkan, selama Jepang berkuasa di Kebumen, tidak diperoleh banyak kisah dan informasi penting terkait siapa pemegang otoritas yang berkuasa ketika memasuki kota dan mengambil alih kekuasaan.

Bagaimana kehidupan sosial ekonomi ketika Jepang berkuasa? Buku “Gelegar di Bagelen: Perjuangan Resimen XX Kedu Selatan 1945-1949 dan Pengabdian Lanjutannya” (2003) yang memotret peristiwa Agresi 1 dan Agresi 2 di wilayah Kebumen hanya mengulas secara fragmentaris hari-hari terakhir kekuasaan Jepang di Kebumen. Tidak ada peninggalan penting baik berupa bangunan dan dokumen Jepang di Kebumen.

blank
Peserta Historical Study Trips berpose di depan bangunan militer peninggalan Jepang di Desa Argopeni, Ayah, Kebumen, Minggu 25/9.(Foto:HST Kebumen)

Namun demikian keberadaan sejumlah artefak yang berada di Bukit Gajah, desa Argopeni, Kecamatan Ayah, Kebumen, berupa pillbox menjadi sebuah jembatan menghubungkan masa lalu yang mengalami kekosongan narasi historis.

Menurut penjeslan Teguh yang didampingi pula peniliti geologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Karangsambung, Chusni Ansori , Pillbox adalah bangunan bentukan Jepang yang terbuat dari beton dengan ukuran sempit berfungsi sebagai pertahanan dan pengawasan. Biasanya diletakkan di perbukitan atau dekat pantai.

Setelah penyampaian materi pengantar di Rumah Martha Tilaar Gombong, peserta study trip diajak menuju lokasi Bukit Gajah, Argopeni, Ayah dengan menggunakan kendaraan pengantar. Peserta nampak antusias mengikuti kegiatan dan mendengarkan penjelasan terkait fungsi pillbox serta memasuki bekas bangunan benteng pengawasan atau pillbox peninggalan Jepang tersebut.

Kegiatan study trip diakhiri dengan makan siang di tempat wisata Wanalela Forest. Yang lebih mengasyikkan, peserta dapat menikmati makan siang sembari memandangi berbagai lokasi yang eksotik, berupa perbukitan dan hamparan pasir pantai di bawahnya.

Teguh menyayangkan, keberadaan pillbox yang ada di Argopeni, Ayah, masih kurang mendapatkan perhatian secara maksimal. Dengan adanya UU Desa No 6 Tahun 2014 di mana desa mendapatkan alokasi dana desa, maka keberadaan pillbox Jepang dapat diubah menjadi bernilai jual .

“Melalui pembuatan lokasi wisata edukatif dengan menyinergikan pemangku kepentingan terkait baik desa, Pokdarwis, Perhutani, pegiat wisata, sehingga menjadi obyek kunjungan masyarakat. Kawasan dirapikan dan bangunan dalam pillbox diberi pencahayaan maksimal.”papar Teguh.

Komper Wardopo