tolak kenaikan harga BBM
Ratusan sopir truk pasir dan petani pemilik traktor saat berunjukrasa di depan Kantor DPRD Kabupaten Magelang untuk menolak kenaikan harga BBM bersubsidi jenis bio solar. Foto: W. Cahyono

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID)- Aksi penolakan kenaikan bahan bakar minyak ( BBM) bersubsidi tidak hanya dilakukan oleh para mahasiswa. Melainkan,  ratusan sopir truk pasir yang tergabung dalam Jaringan Pengemudi Angkutan Pasir Magelang Rayai melakukan aksi penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak  bersubsidi jenis bio solar.

Para pengemudi truk pasir tersebut sebelum beorasi di depan Kantor DPRD Kabupaten Magelang yang ada di Sawitan, Kota Mungkid, Kamis ( 15/9/2022), berkumpul di Jalan Jogjakarta- Magelang ,tepatnya di depan Taman Bambu Runcing, Kecamatan Muntilan.

Saat menuju Kantor DPRD setempat dengan menggunakan puluhan truk ukuran besar maupun sedang, mereka berkonvoi dan memenuhi Jalan Raya Jogjakarta- Aksi  tersebut tidak hanya dilakukan oleh para pengemudi truk pasir, tetapi juga  petani dengan menggunakan traktornya jugak ikut dalam aksi tersebut.

Salah satu tuntutan dari para peserta aksi, yakni menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, mereka meminta agar pemerintah menghapus  peraturan yang menyusahkan warga, khususnya sopir truk, pemilik penggilingan padi keliling dan  pemilik traktor sawah.

Khoirul Muna, Sekretaris Komunitas Traktor Magelang mengatakan, kenaikan BBM bersubsidi jenis bio solar tersebut  sangat memberatkan para pengemudi traktor. Karena, dengan kenaikan harga BBM tersebut, mereka harus “tombok”

“Meskipun harga solar sudah naik, kami tidak bisa menaikkan harga sewa traktor kepada para petani. Karena, kami tahu harga jual panenan padi saat ini juga sangat murah. Jadinya, kami harus  tombok,” kata Khoirul Muna.

Menurutnya, sebelum adanya kenaikan BBM para pengelola traktor mematok harga sebesar Rp 5100 per 120 ribu meter sawah.

Ia menambahkan, selain harus ‘tombok’ para pengelola traktor juga merasa sangat kesulitan untuk mendapatkan BBM bersubsidi jenis bio solar, karena adanya pembatasan sebanyak 16 liter per bulannya.

Menurutnya, dengan pembatasan pembelian solar tersebut sangat tidak wajar, karena, dalam seharinya, konsumsi bio solar untuk membajak sawah minimal memerlukan sebanyak 5 liter solar.

“Kalau pembelian solar  dibatasi 16 liter per bulan atau setengah liter per hari, sangat tidak cukup. Karena, selama ini konsumsi solar sebanyak 5 liter per harinya,” katanya.

Erfin Yulianto, Koordinator Jaringan Pengemudi Angkutan Pasir Magelang Raya mengatakan, dampak kenaikan bahan bahan minyak jenis solar tersebut sangat berpengaruh terhadap angkutan barang dan diniliai sangat memberatkan bagi kalangan sopir.
“Kenaikan BBM tersebut berpengaruh pada harga-harga suku cadang kendaraan dan juga para juragan menuntut adanya kenaikan setoran,” kata Erfin.

Selain itu, para pengemudi truk pasir juga mengeluhkan  penggunaan barcode pada aplikasi My Pertamina saat membeli BBM di SPBU. Karena, penggunaan aplikasi tersebut dinilai sangat merepotkan.

“Sudah repot menggunakan barcode, juga saat ini masih selalu antre untuk mendapatkan solar,” ujarnya.

Atas tuntutan dari para pengemudi truk pasir dan pengemudi traktor sawah, DRPD Kabupaten Magelang akan memfasilitasi tuntutan mereka untuk disampaikan ke pemerintah pusat.

“Kami akan menyampaikan tuntutan dari para pengemudi truk pasir, dan pengemudi traktor sawah ke pemerintah pusat dengan apa keputusannya nanti,” kata Wakil Ketua DPRD Kabupaten Magelang, Suharno.  W. Cahyono.