SEMARANG (SUARABARU.ID)- Bahasa bukan sekadar sekumpulan kata atau seperangkat kaidah tata bahasa, melainkan khazanah berbagai refleksi pemikiran, pengetahuan, dan nilai-nilai yang dianut penuturnya.
Komunikasi yang santun, diwujudkan dengan penggunaan bahasa yang tidak menimbulkan konflik, rasa ketersingungan, dan kemarahan bagi pihak pendengar.
Hal itu seperti dikatakan Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hafidz Muksin SSos MSi, dalam Seminar Literasi Nasional bertema ‘Perpustakaan sebagai Pusat Literasi Menuju Gerbang Dunia’, di SMAN 1 Bobotsari, Rabu (14/9/2022).
BACA JUGA: Ribuan Ojol dan Buruh Unjuk Rasa di Jalan Pahlawan Kota Semarang
Seminar itu digelar Perpustakaan Surya Cendekia, SMAN 1 Bobotsari, Purbalingga, berkolaborasi dengan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Jawa Tengah, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah (Dinas Arpusda) Purbalingga, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Purbalingga, serta Sekretariat Badan Bahasa.
”Kesantunan berbahasa ini penting, karena terkait dengan bagaimana menciptakan sumber daya manusia yang unggul. Yaitu pelajar sepanjang hayat, yang memiliki kompetensi global, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” ujar Hafidz dalam keterangannya.
Dijelaskan dia, bahasa yang disampaikan penutur kepada mitra tutur, semestinya memenuhi nilai kesantunan, karena budaya kita adalah budaya santun. Kesantunan saat berbicara, juga harus sesuai dengan yang ada di dalam hati nurani kita, serta tidak akan menimbulkan celah-celah konflik.
BACA JUGA: Ratusan Massa ADO Jateng Gelar Aksi Unjuk Rasa Tuntut Kesejahteran Driver Ojol
”Jangan sampai sebuah kata terucap sebelum dicerna akal kita. Sekali ucapan itu terlempar dan menyakiti hati orang lain, maka akan membuat luka. Itulah pentingnya kesantunan harus kita jaga,” jelas Hafidz, yang juga alumnus SMAN 1 Bobotsari itu.
Dia kemudian mengajak masyarakat, agar meningkatkan literasi secara terus-menerus. ”Saya ingin mengajak menerapkan tiga NG, yaitu ngerti, ngrasa, dan nglakoni. Dimulai dari mengerti, memahami, meneima, melakukan, dan membiasakan sebagai tahapan, guna mewujudkan generasi muda yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur,” tambahnya.
Minat baca anak Indonesia sendiri tergolong masih rendah, yakni di urutan 60 dari 61 negara, versi The World’s Most Literate Nations (WMLN) pada 2016. Indeks aktivitas literasi membaca tingkat Nasional, juga berada pada kategori rendah. Hal itu terutama dipengaruhi dimensi akses terhadap bacaan, dan dimensi budaya membaca yang masih rendah.
BACA JUGA: Mengemas Mulut dan Mengelola Hati dalam Komunikasi Publik
”Literasi masyarakat di Jawa Tengah juga masih tergolong rendah. Berdasarkan data budaya literasi Provinsi Jateng pada Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) tahun 2020, berada di peringkat 18 dari 34 provinsi,” ungkap Hafidz.
Menyadari hal itu, lanjutnya, Badan Bahasa sebagai salah satu unit utama di Kemendikbudristek, mengusung tiga program prioritas. Yakni literasi kebahasaan dan kesastraan, revitalisasi bahasa daerah, dan internasionalisasi bahasa Indonesia.
Terkait dengan peningkatan literasi, Badan Bahasa telah melakukan berbagai program dan kegiatan, yang langsung dirasakan masyarakat. Antara lain, penyediaan bahan bacaan untuk jenjang PAUD, SD, SMP, SMA/SMK.
BACA JUGA: Berhasil Mengucur, Kodim 0728 Wonogiri Ngebor Sumur di Dusun Selur
”Pembinaan bahasa ditujukan kepada lembaga pemerintah dan nonpemerintah, serta perluasan penggunaan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif Merdeka,” sebut Hafidz, yang juga putra asli daerah Purbalingga itu.
Ditambahkan dia, pada tahun 2022, Badan Bahasa telah mencetak 500 judul buku, dengan oplah sebanyak 12.159.182 buku, yang disebarkan ke 7.609 satuan Pendidikan di wilayah 3T.
Disamping itu, tidak hanya mengirimkan buku-buku ke sekolah, pihaknya juga melakukan pendampingan kepada para guru, untuk dapat memanfaatkan buku-buku itu, agar dapat meningkatkan literasi dan pembelajaran di sekolah.
BACA JUGA: Dua Mahasiswa USM Lolos Djarum Beasiswa Plus 2022
”Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah sebagai unit pelaksana teknis di daerah, juga telah melakukan terobosan. Balai Bahasa menggelar bimbingan teknis dan rapat koordinasi, dengan penggerak literasi, bengkel sastra bagi generasi muda dalam penulisan cerita pendek, puisi, dan cerita anak,” terangnya.
Menurutnya, bengkel literasi bagi penggerak literasi di kalangan guru, juga dilakukan melalui penerbitan antologi cerita anak, hasil karya guru.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Kepala Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah IX Provinsi Jateng, Dwi Yuliati Mulyaningsih SPd MM menyampaikan, pentingnya tugas pustakawan, untuk mengelola, mendesain, menata ruang-ruang perpustakaan yang ada di sekolah. Perpustakaan sekolah diharapkan bisa menjadi ruang rekreasi yang menyenangkan bagi peserta didik.
BACA JUGA: HNSI Pacitan Dilantik, Jadikan Nelayan Garda Terdepan
”Bapak dan Ibu harus berimprovisasi, berinovasi, dan berkreasi, agar perpustakaan bisa menjadi tempat rekreasi, sehingga menimbulkan dampak positif, anak akan memanfaatkan peran perpustakaan sebagai sumber belajar bagi mereka,” ungkap Yuliati.
Ditambahkan dia, selain peran pustakawan, salah satu upaya untuk menumbuhkan minat baca bagi siswa, harus dimulai dari keluarga. Orang tua berperan penting dalam menumbuhkan semangat membaca anak-anak sejak dini.
”Jangan sampai buku-buku itu hanya menjadi koleksi yang masih tersimpan rapi. Ini menjadi tantangan kita. Bapak dan Ibu perlu menjadi contoh. Kalau perlu di rumah jadi perpustakaan bagi keluarga dan lingkungannya,” harap dia.
Seminar Literasi Nasional ini juga menghadirkan narasumber dari Bank Indonesia, yang menyampaikan materi literasi finansial, serta Ketua Ikatan Perpustakaan Indonesia (IPI) Jateng, yang memaparkan pentingnya perpustakaan sebagai pusat literasi.
Riyan