SEMARANG (SUARABARU.ID)– Upaya pelurusan tentang sejarah Nasional harus konsisten dilakukan. Hal ini agar mampu memberikan warisan nilai-nilai luhur dari para pendiri bangsa kepada generasi penerus, yang mampu memperkokoh jati diri bangsa.
”Sejumlah fakta sejarah yang terungkap, terkait proses persiapan kemerdekaan Indonesia, harus segera menjadi bahan koreksi dari sejarah Nasional yang tertulis saat ini. Semoga nilai-nilai luhur yang ditanamkan para pendiri bangsa ini, dapat dipahami secara utuh oleh generasi penerus,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/8/2022).
Peneliti Budaya Tionghoa-Indonesia, Udaya Halim saat menjadi narasumber pada Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (24/8/2022), mengungkapkan adanya penghilangan nama-nama etnis Tionghoa, pada keanggotaan BPUPKI dalam catatan sejarah Nasional Indonesia saat ini.
BACA JUGA: UMS Undang UMT dan UMM untuk Memperkuat Lembaga Sertifikasi Profesi
Pada buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) Edisi I dan II yang terbit pada 1975 dan 1977, disebutkan adanya empat etnis Tionghoa dalam keanggotaan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Ternyata, ungkap Udaya, pada SNI Edisi IV (1984) dan Edisi VIII (1993), keempat nama etnis Tionghoa itu hilang dari keanggotaan BPUPKI. Justru tertulis empat orang dari golongan Arab. Padahal dalam pertemuan itu, perwakilan golongan Arab hanya dihadiri AR Baswedan.
Menurut Lestari, catatan sejarah bangsa ini harus benar-benar dituliskan sesuai fakta yang ada, sehingga pesan dan nilai-nilai yang dibangun para pendiri bangsa, dapat dipahami dengan benar oleh generasi penerus.
BACA JUGA: DKD Kebumen Gelar Pameran Lukis Karya Anak, Ini Tujuannya
Para pendiri bangsa, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, melibatkan beragam etnis yang ada di Nusantara di masa itu.
”Pada tahun 1919 di Majalah Hindia Poetra, Soewardi Soerjaningrat atau lebih kita kenal dengan Ki Hadjar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional), juga menegaskan, orang Indonesia adalah siapa saja yang menganggap Indonesia sebagai Tanah Airnya. Tak peduli apakah dia Indonesia murni ataukah dia punya darah Cina, Belanda dan Bangsa Eropa dalam jasadnya,” ungkap Rerie.
Nilai-nilai luhur dan cara pandang yang ditanamkan para pendiri bangsa, tegas anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, harus dipahami dengan benar oleh setiap anak bangsa, sebagai dasar bersikap yang masih relevan untuk menghadapi berbagai tantangan saat ini dan masa mendatang.
BACA JUGA: UNS Tuan Rumah Peksimida untuk Lomba Nyanyi Keroncong dan Seriosa
Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah, sangat berharap, para pemangku kepentingan memberikan perhatian lebih serius terhadap berbagai upaya pelurusan sejarah di negeri ini, dalam rangka membangun kembali jati diri yang kokoh bagi setiap anak bangsa.
”Dengan jati diri setiap anak bangsa dan sarat dengan nilai kebangsaan yang diwariskan para pendiri bangsa, kami yakin bangsa Indonesia akan mampu menjawab setiap tantangan zaman,” tegas dia.
Riyan