blank
Lestari Moerdijat saat mengikuti diskusi secara daring dengan tema 'Konstitusi dan Proses Akulturasi Bangsa Indonesia', yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Center for Prehistory and Austronesian Studies. Foto: lmc

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Konstitusi harus mampu mengantisipasi perkembangan budaya, sebagai dampak proses akulturasi yang terjadi, demi membangun masa depan yang lebih baik.

”Dunia terus berubah, dan kita mesti memperbarui diri agar nilai-nilai kebangsaan tidak luluh dalam inovasi teknologi, yang menawarkan segala sesuatu secara cepat,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Rabu (24/8/2022).

Lestari menyampaikan hal itu dalam sambutannya pada diskusi daring dengan tema ‘Konstitusi dan Proses Akulturasi Bangsa Indonesia’, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, bersama Center for Prehistory and Austronesian Studies.

BACA JUGA: Ini Pesan Kasad dalam Penutupan TMMD Reguler Kodam IV Ke-114

Dalam diskusi itu hadir Dr Drs Bahtiar MSi (Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri RI/Dirjen Polpum Kemendagri), Prof Dr Harry Widianto (Ahli Arkeologi Prasejarah), Dr Andriyati Rahayu SS MHum (Peneliti Arkeologi Universitas Indonesia) dan Udaya Halim (Peneliti Budaya Tionghoa-Indonesia) sebagai narasumber.

Selain itu, hadir pula Prof Dr Truman Simanjuntak (Center for Prehistory and Austronesian Studies/CPAS), Dr I Made Geria MSi (Peneliti Ahli Utama BRIN) dan Abdul Kohar (Direktur Utama Lampung Post) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, proses akulturasi adalah dinamika yang luar biasa, sehingga pada 5-10 tahun terakhir ini, dikagetkan dengan munculnya berbagai masalah yang tumbuh akibat mempersoalkan perbedaan.

BACA JUGA: Rumah Berkonstruksi Kayu Terbakar di Truwolu Ngaringan, Kerugian Belasan Juta Rupiah

Proses akulturasi, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, bisa dalam bentuk nilai-nilai intelektual dan budaya yang diwariskan, dari generasi ke generasi dan menjadi milik bersama.

”Konstitusi secara umum memuat tata aturan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pembentukan, pembagian wewenang, cara kerja berbagai lembaga negara, dan hak asasi manusia,” ujar Rerie.

Ditambahkan anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, nilai budaya dan kehidupan berbangsa dan bernegara, termuat secara utuh dalam konstitusi UUD 1945.

BACA JUGA: Polisi Selidiki Pelaku Begal di Hutan Ngepet Wirosari, Kades Diminta Lapor Bila Ada Korban Lain

Undang-Undang Dasar 1945, jelas anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini, menjadi pedoman untuk menjamin, menata kehidupan berbangsa dan bernegar,a serta merumuskan cita-cita yang sudah, sedang dan akan dicapai melalui penyelenggaraan kehidupan bernegara.

Sementara itu, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri RI, Bahtiar, berpendapat, proses akulturasi membentuk negeri ini memiliki keberagaman, tetapi ada persamaan yang mengikatnya, salah satunya adalah bahasa Indonesia.

Namun bahasa saat ini juga banyak dipengaruhi dampak akulturasi, yang terjadi di dunia. Bahtiar menilai, konstitusi di Indonesia cukup menjamin berlangsungnya kehidupan berbangsa dan jatidiri anak bangsa.

BACA JUGA: Peta Jalan Pembinaan Ideologi Pancasila Harus Diluncurkan

”Namun untuk tetap memperkuat jatidiri bangsa secara operasional, harus kita cek kembali dukungan aturan yang ada. Karena proses akulturasi terjadi setiap saat dan setiap waktu, akibat interaksi warga bangsa dengan warga dunia yang lebih intens lewat pemanfaatan teknologi,” sebutnya.

SedangkanPeneliti Ahli Utama BRIN, I Made Geria berharap, nilai kearifan lokal dalam menghadapi produk akulturasi, jangan sampai hilang. Ini agar jatidiri bangsa tetap terjaga.

”Akulturasi yang terjadi, harus ada toleransi dalam kesetaraan. Penduduk Indonesia meski berbeda-beda suku, namun tetap rukun dengan jembatan toleransi,” tukas dia.

Riyan