JAKARTA (SUARABARU.ID) – Anak-anak muda diserukan untuk membuat konten kreatif aplikasi Pancasila dan pembudayaan Pancasila di tengah masyarakat.
Hal itu disampaikan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo, di depan Billy Lantang, host dari Podcast Billy’s Coffee.
Benny, sapaan akrab budayawan sekaligus rohaniwan Katolik tersebut, tegas menyebutkan bahwa Pancasila sudah diterapkan dan diaplikasikan oleh anak-anak muda.
“Seperti penanganan covid-19 dimana semua orang saling tolong menolong, membantu sesama, rasa tenggang rasa, solidaritas, orang-orang saling memperhatikan sesamanya; itu aplikasi Pancasila: sinergitas dan kerjasama,” serunya.
Menurutnya, Pancasila adalah modal untuk bangsa Indonesia. “Bukan cuma modal ekonomi, tetapi juga modal sosial. Semua orang saling berpikir dan memiliki perasaan, dari Sabang sampai Merauke, kita semua bersaudara, sepenanggungan,” ujarnya.
Salah satu pendiri Setara Institute ini juga memberikan penjelasan tentang hoaks dan radikalisme yang kian menyebar di konten media sosial.
“Riset dari SMRC menyebutkan bahwa generasi muda memang tidak begitu hafal dengan sila-sila Pancasila, tetapi yang menarik adalah, hoaks itu rata-rata dibuat dan disebarkan oleh masyarakat yang berumur 40 tahunan ke atas. Hal ini membuktikan anak muda tidak bersalah, tetapi hanya kurang pengetahuannya,” katanya.
Maka, ujar pakar komunikasi politik ini, untuk menyelamatkan anak muda sebelum Pancasila terlupakan oleh mereka adalah dengan Pendidikan Pancasila yang diterapkan di sekolah-sekolah.
“Sekarang pemerintah sudah menerapkan pendidikan Pancasila, bukan yang seperti dulu lagi yang dogmatis, tetapi pendekatannya lebih kearah pengaplikasian dan pendalaman agar Pancasila bukan hanya dihafal, tetapi menjadi living dan working ideology,” jelasnya.
Tak Hafal tetapi Menghidupi
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP itu juga memberikan pemikirannya tentang apa yang terjadi.
“Anak-anak muda tidak hafal, tetapi menghidupinya dengan aplikasi Pancasila, lewat konten-konten seperti film dokumentasi. Memang ada yang membuat konten tidak senonoh dan itu tidak boleh diikuti. Kesadaran kritis dari penikmat konten juga harus dipertajam,” katanya.
Menurut Romo Benny, konten-konten harus memberikan pelajaran, dalami filosofi, kebudayaan, pembudayaan dari konten tersebut. Baiknya juga mengangkat konten lokal, untuk menanamkan wawasan kebangsaan agar dapat mencintai bangsanya.
Benny pun memberikan pesannya kepada anak muda pembuat konten kreatif. “Mulailah belajar sejarah, tradisi, kebudayaan, untuk menemukan kekayaan Indonesia. Lakukanlah komodifikasi terhadap kekayaan Indonesia. Jangan lelah mencintai Indonesia, karena ini adalah surga. Mari punya mentalitas bukan pencundang, gunakan sosial media dengan kritis,” tutupnya.
wied